TAKSAKA



TAKSAKA adalah nama kereta api jurusan Jakarta Yogya pp. Keretanya dari luar kelihatannya biasa-biasa saja, namun ketika sudah masuk di dalam gerbong, rasanya berbeda. Kursinya tampak rapih dan bersih. Kain-kain pembungkus tempat duduk sudah diganti dengan yang baru, dan enak dipandang mata.  Di kursi deretan no 8 (gerbong dua) itulah kami bertiga Mgr Niko, Rm Adri dan Miss Lila mengadakan perjalanan dari Jakarta ke Gombong.  Kereta melewati kota Cirebon dan Purwokerto, dan berhenti sebentar di kedua kota itu. Perjalanan amat lancar, sehingga jarak Jakarta Gombong ditempuh dalam waktu kurang-lebih 4 jam.  Ternyata di gerbong empat, ada Rm Anton Fanumby dan 2 orang tamunya yang juga mengadakan perjalanan yang sama.
Di stasiun Gombong, kami bertiga turun. Saya tunggu-tunggu romo Anton dan rombongannya belum juga turun. Saya cepat-cepat menuju ke Gerbong 4, untuk memberitahu bahwa beliau dan rombongan harus segera turun. Kalau tidak, kereta akan jalan terus, dan mereka akan turun di Yogya. Syukurlah ketika saya sudah hampir sampai di gerbong 4, mereka satu per satu turun. Mengapa terlambat ? Mereka menyangka bahwa belum tiba di Gombong.... setelah mereka bertanya kepada pegawai kereta api, barulah tersadar bahwa mereka sudah tiba di kota yang dituju.
Kami dijemput oleh romo Sam Maranresi MSC, dengan naik mobil Suzuki APV- Arena. Meski harus agak berdesak-desakan karena badan besar-besar dan ada koper, mobil mampu mengakomodir kami. Syukurlah jarak tempuh hanya 7 km, sehingga “para penumpang tidak begitu menderita” karena terjepit rekan yang lain. Badan agak terjepit, tidak menjadi masalah, tetapi hati bergembira....karena perjalanan amat lancar, dan kami bertemu dengan saudara setarekat.
Kota Gombong tahun 2014 sudah jauh berbeda dengan tahun 1982, ketika kami menjalani masa pembinaan di novisiat MSC – Karanganyar – Kabupaten Kebumen. Rumah-rumah penduduk, toko-toko baru makin bertambah banyak. Jalan raya bertambah lebar, dan sawah-sawah sudah berubah menjadi pertokoan dan perumahan. Jumlah kendaraan yang lalu lalang di jalan raya juga sudah amat banyak. Kemajuan jaman telah dinikmati oleh banyak penduduk Indonesia.....
Ketika tiba di Karanganyar, kami diterima oleh romo Dwi yang makin subur badannya, oleh para novis, dan keluarga besar Novisiat. Wajah-wajah gembira para novis yang berjumlah 19 orang  telah membuat kami makin kerasan untuk tinggal bersama mereka. Hidangan makan malam, yang agak pedas mengingatkan kami akan masakan daerah Manado. Maklum semua frater telah menjalani masa pembinaan pra novisiat di Manado, sehingga masakan yang agak pedas ala Manado turut mewarnai menu makanan mereka setiap hari. Kami yang datang dari Indonesia bagian timur, tidak mengalami kesulitan / gangguan perut, malah makin lahap menyantap hidangan yang mereka siapkan.
Malam harinya, beberapa kenalan kami dari Gombong datang. Mereka membawa “tempe mendoan” ( hidangan khas Jawa Tengah ) yang masih panas.  Jumlahnya cukup banyak. Dengan senang hati kami menikmati pemberian itu. Ketika kami sedang makan tempe mendoan, kami mencium baru yang khas di ruangan itu. Bau apa ?  bau durian. Ternyata di dekat pintu ada 4 buah durian.... kulit durian itu pun kami belah, dan kami nikmati isinya.  Sayang seribu sayang, rasanya tawar dan masih agak mentah.
Itulah pengalaman kami tanggal 27 Januari 2014 sepanjang hari itu. Semua baik adanya. Semuanya adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, dan melalui sesama manusia. Maka, ketika manusia menyadari bahwa dirinya adalah citra (gambar) Allah, sesungguhnya dia menampakkan diri Allah. Dan ketika dia melayani sesama, sesungguhnya pula dia melayani Allah. Itulah sebabnya, betapa bahagianya setiap manusia yang setiap hari “mendapatkan anugerah untuk melayani sesama”.  Melayani dengan sukacita sama dengan mendapat anugerah. Anugerah itu diberikan agar setiap manusia makin hidup berbahagia, seperti yang diajarkan Yesus: “Putera Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani”.

Komentar

Postingan Populer