9 JANUARI 2014
9 Januari 2014, misa sederhana di
kapel biara MSC – Merauke.. Alasan utama
diadakan misa sederhana ini adalah P Anton hari itu akan berangkat ke kampung
halamannya untuk mengadakan misa syukur. Dia tidak bisa hadir pada misa syukur
tanggal 11 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Komunitas MSC Merauke. Sesudah misa dan sarapan pagi, P Anton segera
bersiap diri untuk keberangkatannya menuju ke Ambon, dan dari Ambon ke
Saumlaki. Tanggal 11 Januari, misa syukur akan dilaksanakan di tengah-tengah
keluarga.
Yang mempersembahkan misa pada
pagi itu adalah Mgr Niko, didampingi P. Cayetanus Tarong dan P. Anton Fanumby
MSC. Sesudah bacaan Injil, Mgr Niko bersharing tentang pengalaman awal ketika
mendapat perutusan di Keuskupan Agung Merauke. Tanggal 10 Maret 1989, Hans
Susilo dan Adi Seputra, sebagai imam baru tiba di Merauke. Bandara Merauke
waktu itu masih kecil, dan hanya mampu didarati oleh pesawat jenis Fokker 27 /
Fokker 28 atau jenis DC-9. Kami dijemput oleh pastor Anton de Groow dan Sr.
Cathrine Tati PBHK, dengan menumpang mobil kijang keluaran pertama (bentuknya
kotak) produksi tahun 1980-an. Mobil itu sampai sekarang masih ada, terpelihara
dengan baik. Bodinya sudah diperbaiki, dicat ulang dan masih dipergunakan untuk
pelayanan kantor keuskupan.
Biara MSC pada waktu itu belum
seperti sekarang. Kamar-kamar tidur untuk para MSC hanya di bagian depan. Saya
tinggal di kamar no 2 sebelah kiri dari pintu utama (dekat perpustakaan),
sedangkan Hans Susilo di kamar no 1. Kamar
mandi dan WC letaknya gudang kecil (dekat ruang makan sekarang) bersebelahan
dengan kamar yang sekarang ditempati oleh p Niko Rumbayan. Kapel yang sekarang
ini, adalah kapel yang dulu plus 1 kamar yang dulu ditempati oleh Pastor Cor
Schipperijn, sehingga lebih luas dan lebih nyaman.
Misa pagi bersama-sama sebagai
komunitas memang jarang terjadi, karena pada waktu itu belum ditekankan “misa
bersama dalam komunitas”, namun setiap malam sesudah makan, ada
“completorium”. Pastor-pastor pada
umumnya bertugas sebagai pastor paroki, sehingga mereka melayani misa pagi di
paroki-paroki mereka. Buku “completorium” yang sampulnya berwarna kuning gading
sudah dicetak untuk para konfrater, di bagian belakangnya ada doa-doa MSC.
Rumusan doa “Memorare” adalah rumusan yang lama, namun bagi saya rumusan itu
lebih kaya maknanya daripada rumusan yang baru. Dalam rumusan yang lama, ada
ujud-ujud yang bisa ditambahkan sesuai dengan “pengalaman / peristiwa hari
itu”.
Sebelum menerima tugas, kami para
imam baru mendapatkan hari-hari orientasi. Yang memberikan pembekalan adalah P.
Piet van Mensvoorts, P. H von Peij, P. Arie Vriens, dan P Izak Resubun. Pembekalan berlangsung kurang lebih 4 hari. P
Jan Boelaars mengajak kami jalan-jalan ke biara para Bruder Tujuh Kedukaan.
Biara Bruder Tujuh Kedukaan tutup tahun 1992, karena para bruder sudah lanjut
usia, dan kembali ke Belanda. Biara tsb sekarang menjadi biara para suster KYM
(Kasih Yesus dan Maria).
Yang paling menyolok dalam
kehidupan para MSC pada waktu itu adalah setiap hari mereka makan siang bersama
di biara MSC. Mereka datang dari paroki-paroki sekitar jam 12.00 lalu “minum
bersama”. Minuman yang disediakan adalah
fanta, coca-cola, sprite dalam botol besar ( isinya 2 liter), dan 1 - 2 botol
anggur. Sambil bersharing atau main kartu (gaplek, bridge, kartu berencana dll)
kami kumpul-kumpul berbagi cerita atau apa saja. Kumpul-kumpul menjadi bagian
dari kehidupan komunitas. Jam 13 kami semua makan siang bersama, dan sesudah
makan, konfrater yang bertugas di paroki, kembali ke paroki mereka
masing-masing.
Konfrater Indonesia yang ada pada
waktu itu adalah John Mengko, Izak Rebusun, Purwo Dwiatmojo, Yuliono, Sil Futunanembun,
dan Alo Batmyanik dan Sugun. Ada seorang frater pastoral pada waktu itu, Herman
Pongantung.
Kira-kira jam 20.30, hampir semua
konfrater hadir dalam kebersamaan di biara MSC. Minuman: bir, soft-drinks,
anggur dan hidangan kecil selalu ada. Konfrater Belanda bisa dengan santai
duduk, minum bir sambil bercerita. Yang lain main kartu. Tidak ada acara
istimewa, semuanya biasa. “Hadir dalam kebersamaan meskipun tidak ada yang
istimewa” bagi saya kehadiran dan kebersamaan itu adalah sesuatu yang istimewa.
Mereka meninggalkan paroki (‘kenyamanan pribadi di paroki’ dan kesibukan harian
yang telah memeras tenaga dan waktu)
untuk saling meneguhkan dan memupuk tali kasih serta “menimba kekuatan rohani
dalam komunitas”). Itulah yang istimewa.
Kebersamaan seperti ini menjadi
“kebanggaan” komunitas Merauke bila ada pertemuan-pertemuan MSC seluruh
Indonesia. Suasana MSC Merauke selalu dikenang dan dikagumi oleh mereka semua
yang pernah tinggal dan hidup bersama, di biara ini. Ketika konfrater Belanda
pulang ke tanah air mereka, dan diganti oleh konfrater Indonesia, “suasana
hangat dan kebersamaan ini meluntur dan pelan-pelan menghilang”. Sekarang ini,
bisa dikatakan suasana itu tinggal kenangan. Konfrater lebih suka mengurus
dirinya dan kegiatannya sendiri. Waktu untuk bersharing bersama konfraternya seakan-akan tidak dibutuhkan
lagi.
Mgr Niko menggugah para MSC
Merauke untuk “mengusahakan kembali suasana kebersamaan itu” agar spirit dan
kekuatan konfrater bisa tetap terjaga. Relasi pribadi menjadi makin kental dan
kesegaran baru dalam pelayanan makin meningkat. Konfrater MSC hadir di
komunitas bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi diutus oleh Hati Kudus Yesus.
Maka komunitas perlu dihidupkan dan dihidupi oleh setiap anggotanya.
Masing-masing pribadi hendaknya bertanya: “Sesudah dibesarkan dan disemangati
oleh Tarekat MSC, sebagai pastor / bruder “apakah yang bisa saya berikan kepada
tarekat ?”. Sudah waktunya kita
memberikan “yang baik, yang utuh dan bernilai bagi tarekat”. Itu semua sebagai
ucapan terima kasih kepada MSC yang telah berjasa dalam hidup kita.
Sesudah misa, kami makan bersama.
P Anton Fanumby kemudian bersiap diri untuk terbang menuju ke kampung
halamannya di Saumlaki – Tanimbar. Selamat jalan P Anton dan selamat merayakan
misa syukur bersama keluarga. Semoga Hati Kudus Jesus dicintai di mana-mana.
Komentar