PEMULUNG

PARA PEMBACA BLOG YANG BUDIMAN
SYALOOM....
Kali ini saya hadir kembali untuk anda, dan menghaturkan sebuah cerita tentang kehidupan orang kecil. Tidak banyak yang peduli pada kehidupan mereka itu. Mari kita nikmati ceritanya:
Sore itu, ketika sedang menikmati keindahan matahari sore hati, saya melihat 2 orang gadis kecil berumur sekitar 10 – 11 tahun, yang menenteng 2 kantong plastik. Keduanya tidak memakai alas kaki, sedang berjalan menyusuri pinggir sungai, dan mengais-ngais sesuatu di antara tanaman bakau. Saya bertanya, “kalian mencari apa ?” Gadis yang lebih tinggi itu menjawab? ”mencari kaleng”. Maklum, di sepanjang pinggir sungai itu ada banyak kapal nelayan yang berlabuh. Kapal-kapal itu terbuat dari kayu, sehingga agar tidak mudah lapuk, kayu-kayu (dinding kapal) itu dicat kembali. Itulah sebabnya, sering ada kaleng-kaleng bekas cat yang dibuang di pinggiran sungai.  Kedua gadis itu, mendapatkan beberapa kaleng cat di sana. Keduanya adalah anak asli Papua. Meskipun masih kecil, mereka sudah menjadi pemulung. Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu untuk proses daur ulang.

Pikiran dan perasaan saya tidak berhenti pada apa yang mereka kumpulkan, tetapi mula-mula pada kaki mereka yang menyusuri sungai tanpa alas kaki. Kalau kaki mereka menginjak pecahan kaca, apa yang mereka peroleh sore itu, tidak sebanding dengan “kerugian / cedera yang mereka alami”. Pertanyaan berikutnya yang muncul di benak saya adalah “kaleng-kaleng itu mau dijual ke mana”, karena hari sudah sore ?  Kalau tidak berhasil menjualnya, mereka malam itu makan apa ?

Ternyata bukan hanya kedua gadis itu yang terpantau. Ketika sudah hampir mendekati pelabuhan besar Merauke, saya melihat 2 anak laki-laki yang membawa karung plastik. Salah seorang dari mereka sedang memungut gelas-gelas plastik yang dibuang di pinggir jalan.  Beberapa beberapa bulan sebelumnya, salah seorang rekan saya malah sempat berfoto bersama mereka. Wajah-wajah mereka menunjukkan bahwa itulah realita kehidupan yang harus mereka jalani setiap hari.  
Entahlah apa yang  berkecamuk di hati mereka. Mereka itu adalah orang-orang yang tersisih dan terpinggirkan di kampung halaman mereka sendiri, sejak masih kanak-kanak. Sebagai manusia, mereka juga ingin makan kenyang dan bergizi, minum minuman yang segar dan bervitamin, bisa sekolah dan bergaul dengan masyarakat luas. Saya yakin, tidak ada seorang pun di dunia ini yang bercita-cita menjadi pemulung / pengemis / tukang becak / penggali kubur dll, meskipun apa yang mereka kerjakan adalah halal.

Itulah sebuah potret realita dari kehidupan sebagian anak-anak  asli yang makin hari makin sulit mewujudkan masa depan yang lebih cerah. Untuk hidup hari ini pun, mereka sudah harus kerja seadanya, dan penghasilan mereka juga tidak seberapa. Bagaimana mungkin mereka berpikir tentang sekolah, tentang kesehatan mereka ?  Kalau jumlah mereka makin banyak, itu merupakan “indikator bahwa ada banyak anak dari masyarakat lokal yang betul-betul miskin” (miskin pendidikan, ketrampilan, pergaulan, jaringan kerja, pelatihan dll). Hal tersebut pada gilirannya akan menunjuk pada suatu realita bahwa ada begitu banyak keluarga / warga masyarakat lokal yang tidak berdaya menghadapi badai perubahan dan pembangunan yang terjadi di wilayah mereka.

Membiarkan mereka hidup dalam keadaan demikian, tentu bukan keputusan yang tepat. Tindakan strategis dan terprogram baik dari pemerintah maupun swasta dengan melibatkan masyarakat lokal dan para pengusaha / investor amat diperlukan. Program strategis itu harus digodog dan diputuskan bersama, agar menjadi tekad bersama dengan tujuan yang jelas yaitu kesejahteraan masyarakat lokal. Program ini bukanlah program jangka pendek, melainkan program jangka panjang, yang meliputi semua segi kehidupan manusia.

Menyalahkan masa lalu, menganggap bahwa masyarakat lokal itu malas dan hanya mau enaknya saja, dan berdebat tentang dana-dana yang besar di wilayah ini, menurut saya tidak akan pernah membawa kemajuan. Yang diperlukan saat ini membangun manusianya, bukan fisiknya. Maka, perlu 1) visi yang jelas, 2) tujuan yang jelas, 3) tekad baja untuk membangun, 4) menambah jumlah SDM yang siap untuk membangun daerah ini, 5) menetapkan jumlah dana yang jelas, 6) sasaran dan tahapan-tahapan pembangunan yang terjadwal, 7) laporan yang jelas dan transparan, dan 8) semua target itu dikawal oleh pemimpin yang bersih dari korupsi dan berwibawa.

Perumpaan tentang talenta yang dipaparkan Yesus dalam Injil, dapat dijadikan pedoman / bahan inspirasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara juga di wilayah ini. Siapa pun yang menerima talenta (tugas dan tanggung jawab) dari atasannya, wajib mempertanggung-jawabkan yang dipercayakan kepadanya, pada waktunya. Mari kita simak bagian akhir dari perumpaan tentang talenta itu (Matius 25: 19-30) :
Lama sesudah (menyerahkan talenta) itu, pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan! Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."  

Mereka yang tidak mempergunakan talenta yang dipercayakan kepadanya itu, sebenarnya dalah orang-orang yang tidak peduli pada kehidupannya sendiri, sesamanya dan lingkungannya. Mereka telah gagal sebelum bertanding, dan selamanya tidak akan pernah melihat keindahan dan keberhasilan. Padahal hidup ini indah, dan kepercayaan yang diberikan kepadanya merupakan modal untuk makin memperindah kehidupan ini. 

Komentar

Postingan Populer