DIUTUS MENJADI NABI
PEMBACA SETIA BLOG INI.....
SYALOOM.....
Kali ini, saya menampilkan buah-buah permenungan dari Sr. Rosina Angwarmase PHBK. Beliau dan rekan-rekannya baru saja mengikuti lokakarya dan retret (disingkat: loka-retret). Semoga apa yang dituangkan di kolom ini, akan memberikan inspirasi kepada anda sekalian, bahwa "hidup di dalam Allah, dan menghidupi spiritualitas (kekayaan Roh Allah yang dirasakan / dialami oleh manusia) baik sebagai pribadi maupun sebagai komunitas, adalah mungkin. Tentu rahmat Allah diperlukan agar mereka semua dapat melaksanakannya dengan penuh kesetiaan. Inilah buah permenungan itu:
SATU DALAM KERAGAMAN
SIAP DIUTUS MENJADI NABI
Pekan Suci, bagi umat Katolik pada umumnya merupakan hari-hari permenungan dan penyucian diri, sekaligus mengenang kembali pengorbanan Yesus Kristus dalam karya penebusan-Nya bagi umat manusi dari perbudakan dosa. Cinta yang tak meminta pamrih dilakukan Yesus dengan tulus dan total. Umat katolik bukan saja merenungkan pengorbanan Yesus, melainkan membaharui kesadaran dan melakukan tindakan nyata sebagai wujud pembaharuan hidup masing-masing. Wujudnya antara lain, mengadakan rekonsiliasi dalam keluarga, komunitas, relasi antar sesama di kantor, antar kelompok arisan, cara kerja, cara bertindak, terutama memperbaiki relasi / hubungan dan kesatuan yang terganggu dengan Allah dan sesama melalui sakramen tobat.
Karena menyadari akan perlunya pembaharuan hidup, kelompok para suster (Biarawati) yang bergabung dalam salah satu wadah yang dikenal dengan nama Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia (IBSI) mengadakan loka-retret di Wisma Samadi, Klender Jakarta Timur. Dari berbagai penjuru Indonesia berdatangan utusan-utusan tarekat religius untuk secara bersama, menggali dan menoreh kembali kekuatan, baik atas nama jiwa masing-masing dalam melaksanakan perutusan Kristus maupun secara ketarekatan dalam menanggapi situasi jaman yang kian menjerit bahkan mendesak.
Dalam loka-retret kami diajak untuk mengenal dan menggali dimensi khusus para nabi, di antaranya Nabi Amos, Hosea, Yeremia, Yeheskiel yang masing-masing memiliki dimensi relasi intensif dengan Allah dan, relasi dengan masyarakat. Dua dimensi ini sangat erat dan tak dapat dipisahkan. Wujud relasi intensif dengan Allah adalah menydiakan diri dan waktu untuk “ bertemu, mendengarkan, berdialog dengan Allah dan hidupnya dipimpin oleh Allah”. Wujud relasi dengan masyarakat adalah kepekaan dan solidaritas mereka, dan hidup bersama dengan masyarakat. Penemuan inilah yang menjadi pusat permenungan kami selama seminggu.
Kedekatan para nabi dengan Allah secara intensif, selalu menggetarkan hati mereka untuk terus melaksanakan kehendak Allah. Pelaksananaanya adalah turut hadir dan ambil bagian dalam pergumulan hidup masyarakat. Suka duka yang dirasakan oleh masyarakat juga dialami oleh para nabi. Sama halnya juga dengan panggilan hidup membiara bagi para religius pada jaman ini. Dua dimensi kenabian dari Hidup Religius adalah diciptakan untuk hal-hal besar, mencintai dan dicintai. Panggilan masuk dalam pengalaman ‘padang gurun, kekeringan, berjuang mati-matian untuk mempertahankan kesetiaan: haus akan Allah, merupakan batu uji untuk mengukur sejauh mana kemampuan diri bertahan dalam realita yang ada disekitar kehidupan kita.
Dan sejauh mana berkomitmen kepada Allah demi pemurnian motivasi untuk mencintai dan dicintai oleh-Nya dalam situasi apapun. Tuhan memanggil kita bukan untuk sukses, tetapi untuk setia. Oleh sebab itu , Tuhan membuka mata hati sang nabi agar ia melihat dalam hal yang biasa-biasa itu, apa yang sedang berlangsung dalam sejarah keselamatan. Sebuah kutipan berkisah,“<”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, ... dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”. Artinya bahwa Allah senantiasa memberi jaminan bagi orang-orang pilihan-Nya untuk melaksanakan kehendak-Nya dan bernubuat, tanpa takut.
Demikian juga para religius (semestinya) takkan pernah takut dan berdiam diri karena suara Tuhan selalu menggelegar di dalam nurani. Suara Tuhan itu dilukiskan dengan ungkapan: “Singa telah mengaum siapakah yang tidak takut? Allah telah berfirman, siapakah yang tidak bernubuat” (Amos 3:8). Hal yang paling penting adalah bahwa kita harus berusaha menjumpai rasa dahaga Yesus dalam diri sesama yang haus akan cinta dan perhatian, kasih sayang, haus akan kebenaran dan keadilan haus akan pendidikan dan perlakuan sewajarnya manusia yang memiliki derajat yang sama. Dari berbagai permenungan, tibalah waktunya untuk masing-masing peserta untuk menggali potensi atau kekuatan-kekuatan apakah yang mendorong diri bersaksi dan menjadi mistikus dan nabi di jaman ini dengan sepenggal pertanyaan sederhana oleh pembimbing loka-retret.
Nabi siapakah yang banyak berbicara bagi anda sesuai dengan pengalaman perutusan anda selama ini ? Jawaban kami sangatlah variatif di antaranya Nabi Yeremia, nabi Amos, Yeheskiel yang cukup dominan dalam refleksi kami yang tertuang dalam sharing pengalaman kelompok.
1. Nabi Yeremia. Yang mengetarkan kami adalah “Firman Tuhan datang kepadaku, bunyinya: Sebelum aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa. Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Tetapi Tuhan berfirman: Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan.” (Yer 1: 4-7).
2. Nabi Amos. Dia mengatakan: “Biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air, dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” (Amos 5: 24)
3. Nabi Yehezkiel. Dia menyerukan: “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat” ( Yeh 36: 26).
Kutipan-kutipan ayat kitab Suci yang kami temukan itulah yang sungguh hidup dan menjadi sahabat baik dalam percakapan dan karya nyata yang terjadi dalam komunitas dan dalam karya perutusan di persada nusantara ( di negara kita Indonesia saat ini ). Negara ini menghadapi berbagai persoalan yang tampaknya takkan pernah selesai, karena kerakusan akan jabatan, kekuasaan, ingin menang sendiri tanpa menghiraukan realita kehidupan orang kecil yang terus menjerit di tengah masyarakat. Untuk itu sekarang waktunya bagi kaum religius untuk bangkit dan bergerak melintasi suku, budaya latar belakang, agama demi merangkul semua ciaptaan.
Mereka menanti uluran tangan dan hati terbuka yang penuh cinta untuk menerima dan merawat mereka apa adanya. Kenyataan itu menantang nurani kita untuk terus bekerja demi jiwa-jiwa yang dititipkan Tuhan bagi kita. “ Dasar pengharapan dan warta penghiburan tidak terletak dalam manusia, melainkan dalam firman Allah yang tetap berlaku untuk selamanya”. Oleh sebab itu seperti Yehezkiel, seorang imam cendekiawan, nabi yang imajinatif (tak hanya bicara, tapi memegang pena), gembala umat yang memiliki perhatian pastoral bagi setiap anggota umat, kita kaum religius bukan lagi hendak berpangku tangan melainkan, dengan seluruh jiwa raga bertekad mewartakan kasih dan sukacita Tuhan yang telah bangkit ke seluruh penjuru dunia.
Loka-retret ditutup dengan perayaan ekaristi dan di dalamnya diadakan pembaharuan kaul oleh para utusan dari tiap-tiap tarekat yang hadir.
Saudara-saudariku sepanggilan,
Apakah alasan keberadaan kita nabi ?
Kita di sini untuk memuaskan dahaga Yesus, untuk mewartakan kasih Kristus – kasih Yesus akan jiwa-jiwa lewat kesucian hidup.
• Hidup adalah ziarah: mencari yang hilang à spiritualitas gembala baik; ingat: perjalanan 2 murid ke Emaus
• Tugas: wartakan Kabar gembira: keselamatan, kasih à pergilah ke seluruh dunia
• Keluar dari zona aman – masuk ke dunia resiko: (melintas batas)
• Ciri hidup: sederhana, terbuka, rendah hati à kerohanian mendalam, murah hati
melayani!
“ Dia yang memanggil kita memiliki kerinduan yang begitu mendalam dan personal untuk dapat memiliki kalian bagi diri-Nya. Biarkanlah Dia melakukan itu. Kata Mother Theresa dari Calcuta.
Saudara-saudariku sepanggilan “bersama-sama kita maju untuk membangun persaudaraan yang kuat dalam iman akan Yesus Kristus” dan siap menjadi mistikus dan nabi, bagi dunia masa kini. JANGAN TAKUT.
By.Sr.Rosina
Selamat melaksanakan kegiatan harian dengan dorongan spiritualitas dan mentalitas seorang nabi, agar sesama manusia mengalami berkat Tuhan setiap hari.
Komentar