BOGIA DAN VERTENTEN

Siapakah Jeffry Bogia ? 

Jeffry Bogia adalah seorang imam dari Tarekat MSC, dan mulai bertugas di paroki St. Antonius Okaba tanggal 21 September 2015.  Imam kelahiran Rurukan, Tomohon Sulawesi Utara itu belum pernah bertugas di daerah pedalaman Keuskupan Agung Merauke. Umatnya tersebar di 15 stasi. Infrastruktur amat terbatas, begitu pula angkutan umum. Syukurlah bahwa penerbangan ke daerah ini, cukup lancar.  Pesawat Susi Air melayani masyarakat 2 kali seminggu. Kadang-kadang 3 x seminggu, bila ada banyak penumpang.

Obaka dapat dijangkau dari Merauke dengan pesawat selama 20 menit, dengan sepeda motor selama 5 – 6 jam. Kalau jalan becek pada musim hujan, naik sepeda motor bisa butuh waktu selama 10 jam.  Daerah Merauke dan derah Okaba dipisahkan oleh sungai besar yang belum ada jembatannya. Sungai itu bernama sungai Bian. Lebarnya 406 meter.  Pernah pada tahun 2006 direncanakan dibangun jembatan sungai Bian, namun rencana itu sampai hari ini belum terlaksana. Maka, dengan mobil penumpang janya bisa sampai di bibir sungai Bian bagian selatan, lalu penumpangnya naik perahu, sedangkan mobil tidak bisa menyeberang. Di bibir sungai Bian bagian utara telah menunggu sepeda motor untuk meneruskan perjalanan menuju ke Okaba selama 1 jam.

Pengendara sepeda motor dari Okaba harus sudah dipesan lebih dulu untuk menjemput. Di sana tidak ada ojek. Bila berombongan, pengendara sepeda motor harus dihubungi sebanyak penumpang yang akan dijemput, supaya setiap orang bisa naik dengan leluasa. Jalan dari tempat itu ke Okaba amat buruk: banyak lobang dan jembatan, berlumpur pada musim hujan, dan sempit karena rumput-rumput liar yang tumbuh di kiri kanan jalan. Kalau jalan sedang buruk, becek dan berlobang-lobang, perjalanan dari Sungai Bian ke Okaba bisa memakan waktu selama 3 – 4 jam.

Pantai tinggal beberapa meter
Ketika pastor Bogia memulai pelayanannya di Okaba, bibir pantai dengan fondasi bangunan gereja sudah menyatu. Artinya, fondasi pendopo / teras gereja sudah berada di bibir pantai. Bahkan posisi salah satu tiangnya sudah mengantung, tinggal menunggu  waktu untuk ambruk. Sudah ada rencana yang lebih pasti dari umat, untuk segera memindahkan kegiatan peribadatan dari gereja itu ke balai kecamatan. Pemerintah Distrik ( pak Camat ) telah mengijinkan bahwa balai kecamatan dipakai untuk ibadah hari minggu bagi umat katolik.

Situasi yang demikian itu, tidak menyurutkan semangat pelayanan pastor Bogia. “Betapa indahnya pantai Okaba, dilihat dari pastoran dan halaman gereja. Bangunan gereja masih bisa diselamatkan”. Selain bekerja keras, dia juga berdoa mohon Tuhan memberikan bantuan. Tidak lupa dia juga meminta bantuan Pater Petrus Vententen MSC, misionaris yang diutus ke daerah ini, dan telah menyelamatkan banyak nyawa masyarakat Marind dari kepunahan akibat diserang penyakit kelamin. Penyakit itu belum ada obatnya, pada saat itu ( 1927 an ). 

Mukjizat pun terjadi. Muara sungai Koloi yang berada  di depan pantai Sidabok berpindah sejauh 400 meter ke arah utara, kembali seperti semula. Tidak ada kekuatan lain yang bisa memindahkan muara itu ke tempat asalnya, selain kekuatan Allah. “Kalau kamu mempunyai iman sebesar  biji sesawi, kamu bisa mengatakan kepada gunung ini pindahlah”’ hal itu terjadi di Okaba. Telah terjadi mukjizat perpindahan muara Koloi tahun 2015.  Perpindahan itu membuat arus kencang dari laut tidak lagi menghantam secara langsung pantai Sidabok. Talud yang berbentuk kubus amat membantu untuk menahan kekuatan ombbak dan mengatasi abrasi (pengikisan tanah /pasir pantai).  Bahkan, pasir pantai mulai meninggi.  Kubus-kubus yang dulu tingginya 3,5 meter kini tinggal 1 meter.  Bangunan gereja dengan bantuan tanggul-tanggul kayu sebagai penahan telah ditimbun kembali. Kini antara bangunan dengan pantai, jaraknya lebih dari 5 meter. Di dekat tanggul-tanggul kayu telah ditanam pohon-pohon pelindung sehingga kekuatan air sudah makin kecil. 

Semangat dan kata-kata yang diungkapkan itu, ternyata terjawab.  Pater Petrus Vertenten menjawab jeritan umat yang telah dirintisnya dengan memohonkan kepada Tuhan agar Dia memindahkan muara sungai Koloi.  Dalam sharingnya, Pastor Bogia bercerita bahwa sesudah misa hari minggu, dia berdiri di pendopo (teras) gereja dan memandang ke arah laut. Dia kemudian membuat tanda salib dan memohon kepada Tuhan agar air laut tidak lagi menghajar teras gereja namun hanya sampai di batas tanda salib  yang jaraknya kira-kira 7 meter dari teras.  Terjadilah demikian, setiap kali bergulung-gulung, ombak itu hanya sampai di batas tanda Salib. Peristiwa itu menambah kekuatan imannya.

Untuk membendung air laut, dan meninggikan tanah yang terkikis habis oleh ombak, di batas salib itu dibuatlah talud. Talud itu disusun dari batangan kayu-kayu bus sebanyak 9.000 batang, sumbangan dari  Frans Boyen Mahuze – mantan kepala Kampung Yowimu - yang punya hutan di daerah Ngguti ( 10 km dari Okaba ). Dengan bantuan alat berat, batangan kayu-kayu itu ditancapkan ke tanah sedalam 2 meter. Setelah talud itu jadi, tanah ditinggikan dengan cara menimbun. Secara bergotong royong umat dan pengusaha bahu membahu menimbun tanah di depan pendopo, hingga rata seperti semula.

Beberapa waktu kemudian,  ketika dia berada di dekat patung Pater Petrus Vententen, Pastor Bogia mengungkapkan: ”Opa, saya memang tidak mengenal engkau, namun engkau sudah memulai karya di tempat ini. Apakah engkau rela apa yang telah dimulai itu sekarang ini berantakan ?  Tolonglah saya, dan mintalah kepada Yesus, supaya muara sungai Koloi itu dipindahkan. Juga pada kesempatan lain, ketika berjalan di dekat bekas makam umum, kepada bpk Kamenap, pemilik tanah Sidabok yang memberikan kepada para misionaris untuk pelayanan gereja, Pastor Jeffry Bogia menyatakan permintaannya: “Opa Kamenap, saya tidak mengenal engkau, namun saya meneruskan apa yang telah Opa serahkan kepada pendahulu saya. Tolong, minta kepada Yesus untuk menyelamatkan pantai ini”. 

Beberapa waktu kemudian, umat yang melihat adanya perubahan itu menyampaikan kepada pastor Bogia: “Pastor, muara sungai Koloi sudah pindah ke utara”.  Pastor mula-mula ragu-ragu akan hal itu, namun ketika sudah melihatnya sendiri, dia percaya bahwa muara sungai itu sudah pindah. Jaraknya kira-kira 400 meter dari lokasi sebelumnya. Hal itu sungguh-sungguh merupakan mukjizat.

Tak henti-hentinya pastor Bogia bersyukur atas anugerah Tuhan yang amat besar itu,   bukan hanya bagi umat katolik, ttapi untuk seluruh masyarakat Okaba. Pantai Sidabok yang diperkirakan hancur dan tidak berbekas, kini telah bisa dinikmat kembali.  Pastor Vententen dan Opa Kamenap telah menjadi perantara rahmat bagi banyak orang.  Terima kasih Pater dan Opa. Tolong doakan kami yang mendapat mandat untu meneruskan karya yang telah pater  dan Opa mulai.

Komentar

Postingan Populer