TUNGKU API
PEMBACA YANG BUDIMAN
Silakan menikmati kisah yang satu
ini. Ceritanya sederhana dan ada di sekitar kita, namun di rumah anda mungkin
alat itu sudah tidak ada lagi. Anda hanya dapat melihatnya di tempat lain. Mungkin alat itu hanya ada pada masa lalu,
dan anda pernah memiliki dan menggunakannya.
Ada apa dengan kisah itu ?
GERAKAN TUNGKU API KELUARGA
Di banyak tempat, keluarga-keluarga
jaman sekarang di perkotaan dan di pinggiran kota, lebih banyak memilih
menggunakan kompor untuk kegiatan masak-memasak. Menggunakan kompor memang
lebih praktis, lebih mudah, tidak butuh tempat yang besar, lebih bersih dan
mungkin lebih murah. Apalagi, pada masa sekarang ini, mencari kayu bakar juga
tidak mudah. Karena itu, ada banyak
anggota keluarga dan generasi muda, yang tidak pernah melihat tungku api (ta).
Apa itu ta ? Alat yang
terbuat dari tanah liat atau batu, bentuknya persegi panjang, diberi
lobang di depan dan di belakangnya untuk memasukkan kayu api, dan ada 2 atau 3
lobang di atasnya untuk menempatkan alat untuk memasak, atau 2 bongkah batu
yang bentuknya empat persegi panjang, dan diletakkan sejajar dengan jarak 25 –
30 sentimeter. Pada umumnya ta ini letaknya tetap di suatu tempat, sesuai
dengan kesepakatan keluarga masing-masing.
Mengapa ta itu tidak dipindah-pindah
? Ada beberapa alasan: 1) nyala api itu menimbulkan asap yang mengakibatkan
warna hitam atau mengotori dinding atau langit-langit baik di samping maupun di
atasnya, 2) memudahkan anggota keluarga untuk menaruh kayu bakar, dan
bahan-bahan yang akan dimasak, 3) memudahkan orang lain yang perlu bantuan
untuk memasak dengan menggunakan ta yang sama, 4) sisa-sisa pembakaran /
sisa-sisa makanan dengan mudah dikumpulkan dan dimanfaatkan untuk keperluan
lain.
Pada masa yang lalu, ketika
keluarga-keluarga belum mengenal kompor, ta punya peranan yang penting bagi
mereka. Ia adalah alat untuk memanaskan
badan, ketika mereka kedinginan, sakit malaria, atau pada musim hujan. Juga asap kayu api yang dibakar di alat ini
dipergunakan untuk mengusir nyamuk. Bila keluarga-keluarga itu tidak mempunyai
ta sendiri, mereka berkumpul bersama-sama di sekitar ta dan memanaskan badan
atau mengusir nyamuk. Ta juga
dipergunakan bersama-sama untuk memasak, atau membakar hasil kebun / hasil
hutan yang mereka bawa pulang.
Sambil menunggu hasil kebun siap untuk
dinikmati bersama-sama, ta juga menjadi sarana orang-orang berkumpul. Mereka bercerita tentang kegiatan hari itu, apa yang
mereka hasilkan, ke mana mereka pergi. Dengan siapa mereka berburu, mencari
ikan, menebang kayu atau mencari makan.
Di tempat itu pula mereka bertukar pikiran, membicarakan hal-hal penting
dan mengambil keputusan. Patut kita
cermati pula bahwa di ta itu pula,
mereka mendidik anak-anak dan generasi muda agar mengetahui dan mengenal
nilai-nilai adat dan budaya, etika pergaulan, harapan-harapan dan langkah-langkah
yang akan diambil, serta kapan pelaksanaannya berdasarkan keputusan yang telah
mereka tetapkan.
Bagi masyarakat / keluarga jaman
sekarang yagn tidak pernah punya ta, “Gerakan Tungku Api” ini apa maknanya
? Pertama, kita adalah generasi yang
lahir dari / keturunan tingkat ke-sekian dari orang-orangtua ( leluhur) yang
pernah hidup dan mempunyai ta. Kedua, sesekali waktu kita pun pernah
menggunakan / berkumpul di sekitar ta, ketika bermalam di kampung-kampung dan
badan kita membutuhkan alat pemanas yang murah dan ada di tempat. Ketiga,
ketika membakar ikan / daging dalam jumlah banyak untuk keperluan pesta atau
acara keluarga, ta menjadi tempat orang berkumpul, membakar bahan makanan
sambil bercerita.
Berdasarkan butir-butir penting atas
nilai-nilai yang tersirat di dalam “keberadaan ta” itu, sesungguhnya manusia
itu membutuhkan sesama / orang lain untuk berdialog, bercerita, mendengarkan
dan didengarkan, melengkapi dan dilengkapi, memperkaya dan diperkaya oleh
sesamanya, di seputar ta itu. Meskipun ta tidak ada di rumah keluarga-keluarga
pada jaman sekarang ini, kebutuhan akan pertemuan, kehadiran, saling menyapa,
saling mengisi, bercerita dan mendengarkan cerita, menghargai dan dihargai dll
sungguh-sungguh nyata. Kebutuhan ini apabila tidak dipenuhi akan menimbulkan
“kehausan dan kekeringan jiwa, ke-menurun-an kepemilikan akan nilai-nilai
kemanusiaan yang pada gilirannya akan dapat mengikis keluhuran martabat
manusia.
Gerakan Tungku Api Keluarga (GTAK) merupakan
pengingat, penggugah dan seruan untuk memperdengarkan dan menguatkan lagi
adanya kebutuhan serius akan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan yang
menurun tajam bahkan menghilang dari kehidupan manusia sekarang ini. Orang jaman sekarang lebih membutuhkan dan
menomorsatukan alat ( hp, televisi, kendaraan ) dan makanan serta pakaian,
daripada manusia (sesama) yang memberikan alat atau menyediakan makanan dan
kebutuhan kehidupannya. Padahal hp,
televisi, kendaraan, pakaian dll tidak bisa mengambilkan obat, memasak, atau
menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
GTAK merupakan seruan dan ajakan agar
tiap-tiap orang dan keluarga-keluarga menyadari betapa pentingnya menyiapkan
dan membekali diri dengan pelbagai nilai-nilai kehidupan. Gerakan ini juga
merupakan pemberitahuan akan adanya bahaya yang menghadang kita semua, bahwa
bila hal ini dilupakan manusia akan kehilangan nilai-nilai penting dan akan
mengalami kekosongan / kekeringan dalam hidup. GTAK merupakan dorongan agar di
rumah masing-masing tiap-tiap orang mengusahakan adanya pertemuan dari hati ke
hati, menciptakan suasana persaudaraan dan keakraban antar anggota keluarga,
sehingga masing-masing mengalami kasih sayang, bisa menyapa dan disapa, dipuji
dan dihargai, didukung dan diterima. GTAK merupakan pilihan yang tepat untuk
menghadirkan suasana iman, harapan dan kasih seperti yang diteladankan oleh
Yesus, Sang Guru dan Gembala Agung umat katolik.
Komentar