KARYA SILIH

 PEMBACA YANG BUDIMAN

Berbagi adalah satu langkah (tindakan) baik yang merupakan buah dari pemikiran, keyakinan dan keputusan yang akan menggembirakan dan meneguhkan diri pribadi, dan mengembangkan “suasana sukacita bagi banyak orang dan dunia”. Berbagi adalah pengertian yang biasa dan mudah dimengerti, namun sulit untuk dilaksanakan, karena pada jaman sekarang ini mempunyai pemikiran dan keputusan seperti ini, sangat tidak populer dan menentang arus jaman.

Pada dasarnya dan pada umumnya, orang lebih suka diberi dari pada memberi, lebih suka dilayani daripada melayani. Apalagi bila apa yang dilakukannya itu, tidak dibayar, tidak dihargai, sulit dan harus dikerjakan sendiri. Terlalu banyak tantangan yang menghadang. Namun, bila dilakukan terus, dan terus-menerus dengan hati tenang dan rela, buah-buahnya akan dirasakan oleh banyak orang, dan kemudian akan “mengangkat pribadi orang yang melakukannya” meskipun bukan ini yang menjadi tujuannya. Apa yang dibuatnya itu akan diakui dan diagungkan oleh orang lain, setelah jangka waktu yang panjang, atau sesudah orang itu meninggal dunia.

Dalam tulisan ini, saya menyuguhkan kepada pembaca, tulisan seorang rekan yang berbagi pengalaman dan buah permenungannya kepada kita. Buah permenungan itu berkaitan dengan “silih” / ‘karya silih’. Moga-moga pembaca mendapatkan inspirasi atau menemukan mutiara kasih di dalamnya.  Selamat membaca. 

 Rekan saya menulis:  

Terimakasih atas refleksi John mengenai “Hati Yesus yang tertikam” dan “Reparasi” atau “Karya Silih”. Refleksi yang sangat kaya dan bagus!  Apa yang saya tulis di bawah ini,  mohon jangan dibaca sebagai kritikan terhadap pandangan John, tetapi sebagai ‘sharing’ saya mengenai “Karya Silih” atau ‘reparasi’, sebagaimana  menurut pandangan saya dilihat oleh P. Chevalier dan beberapa orang dewasa ini.

Dalam sebuah alinea di bawah judul: “Menuju Peradaban Cinta” dalam buku saya “Karisma Jules Chevalier dan Identitas Keluarga Chevalier”, (Percikan Hati 2013, p. 104-105) saya menulis sebagai berikut:

“Bagi Chevalier “karya silih” itu bukan hanya suatu bentuk doa, tetapi suatu cara hidup. Chevalier menggunakan istilah “menapaki jalan”. Hal itu, ia katakan, mencakup beberapa hal, yakni: memperdalam pengetahuan akan cinta kita kepada Hati Kudus Yesus, sembah bakti, syukur dan permohonan, “bersama dengan pelaksanaan perutusan kita dalam kesatuan dengan Yesus”.  Dennis Murphy MSC menggambarkan “karya silih” sebagai “suatu cara hidup, yakni hidup yang diubah oleh cinta, hidup yang berpartisipasi dalam cinta Yesus yang menebus, hidup untuk melayani ketimbang cinta diri.”  Ia mengutip Paus Johannes Paulus II yang pernah menulis: “peradaban cinta, dimana Hati Kudus meraja, akan mampu dibangun di atas puing-puing yang terakumulasi oleh sebab-sebab kebencian dan kekerasan. Ini … adalah  “karya silih” yang diminta oleh Hati Sang Penyelamat.”    

Visi lama mengenai ‘reparasi’ atau ‘karya silih” bertitik-tolak dari pandangan lama, bahwa kita harus menyenangkan hati Allah dengan melaksanakan karya-karya baik dan, supaya hati Allah tetap ‘senang’, kita harus memperbaiki (reparasi!) kelakuan buruk dari diri sendiri dan orang lain. Tidak ada apa-apa yang salah dengan pandangan tradisional itu!

Namun, pandangan Paus Johannes II, Dennis Murphy dan orang-orang lain dewasa ini bertitik-tolak dari kenyataan bahwa bukan kita yang harus menyenangkan hati Allah, supaya kita dicintai oleh Allah, melainkan bahwa pertama-tama Allah mencintai kita dan setiap manusia seadanya (1 Joh. 4:10) atas cara yang tak bersyarat. “We are loved sinners”. Kita adalah orang-berdosa yang dicintai. Berkat Roh Kudus yang dicurahkan dalam hati kita (Roma 5:5) – Roh cinta dan belaskasihan –. kita berpartisipasi dalam cinta Allah kepada manusia. Kita melaksanakan “karya silih” dengan ikut dalam karya Roh Kudus yang membuat kita mampu mengampuni dan menyembuhkan keterlukaan orang lain. Dengan demikian di dalam Roh Kudus kita ikut membangun sebuah “peradaban cinta”, khususnya di mana orang menderita akibat kelalaian, sikap acuh-tak-acuh dan perbuatan jahat kita sendiri dan orang lain.   

Demikian saya juga mengerti perkataan P. Chevalier mengenai Hati Yesus yang tertikam: “Dari Hati Sang Sabda yang menjelma dan tertikam di Kalvari, saya melihat sebuah dunia baru lahir…”  Hati Yesus yang tertikam menunjukkan dunia yang terluka berat oleh “sebab-sebab kebencian dan kekerasan” . Allah sendiri di dalam Yesus, bersama dengan kita di dalam Roh Kudus, hendak membangun kembali (reparasi) “puing-puing” ‘dunia yang tertikam ini menjadi sebuah dunia baru.

Terima kasih kepada rekan saya (HK) yang telah menuliskan sharingnya di grup MSC. Semoga kasih Allah dialami oleh banyak orang, dan kita semua menjadi sarana kasih-Nya di dunia yang membutuhkan 'kasih dan pengorbanan' serta karya silih itu.  Marilah kita bersyukur, bahwa kita diperkenankan untuk ambil bagian dalan karya agung Tuhan.  

Komentar

Postingan Populer