MENYAPA
PEMBACA YANG BUDIMAN
Beberapa
waktu yang lalu, hati ini tergerak untuk menyapa para misionaris yang
telah berjasa dan berkorban besar bagi pembangunan dan pengembangan
manusia di tanah Papua ( Irian Jaya). Mereka ada yang berusia 75 th
sampai 85 th bahkan ada yang mendekati 90 tahun, dan kini tinggal di
wisma Lansia Notre Dame – Tilburg - Belanda. Sebagian lain sudah
meninggal. Hidup mereka dibaktikan di tanah orang yang kemudian
orang-orang menjadi bagian hidup mereka. Maka berita dan cerita dari
tanah Papua ini sangat menarik dan mengembalikan memori mereka. Apa
yang saya tulis untuk mereka, saya sajikan untuk anda. Selamat
menikmati.
Merauke, 17 Maret 2015
Ytk.
Para Konfrater MSC ( Pater dan Bruder )
Para Suster PBHK
di Tilburg
Syaloom
Sudah
cukup lama saya tidak mengirim berita kepada anda sekalian. Memang
akhir-akhir ini, kegiatan saya cukup padat, sehingga sering pergi ke
luar Merauke baik untuk rapat maupun untuk kegiatan pelayanan di
pedalaman. Saya sehat-sehat dan tetap gembira, semoga anda sekalian
juga tetap sehat dan gembira, meski usia bertambah.
Sepanjang
tahun 2014, saya berkeliling ke banyak wilayah di Keuskupan Agung
Merauke, untuk menerimakan sakramen krisma. Paroki-paroki yang
dilayani adalah Katedral, Kuper ( 15 km dari Merauke), SP-7 Tanah
Miring, Tambat, Tanah Merah, Bampel, Buti, Kepi, Aboge, Muting,
Bupul, Sang Penebus, dan Makaling – Okaba. Jumlah seluruh peserta
adalah 1.163 orang. Sering sebelum penerimaan krisma, ada banyak
pasangan yang dinikahkan. Itulah tanda rahmat yang besar bagi kita
semua. Mereka yang belum menikah, berbondong-bondong mau menerima
berkat secara gerejani sehingga pesta krisma merupakan pesta umat.
Layak, kita bersyukur atas anugerah besar itu.
Luas
wilayah Keuskupan Agung Merauke ( KAME) tidak berubah dari dulu
sampai sekarang. Yang berubah adalah keputusan Pemerintah Pusat
tentang Pemerintahan Daerah. Sejak tahun 2000, wilayah KAME meliputi
3 kabupaten: Kab.Merauke dengan ibukota Merauuke, Kab Mappi dengan
ibukota Kepi, dan Kab. Boven Digoel dengan ibukota Tanah Merah.
Dengan demikian, di wilayah KAME, ada 3 orang Bupati. Bupati Merauke
beragama katolik, berasal dari Kimaam. Bupati Mappi juga beragama
katolik, berasal dari Aboge, dan Bupati Boven Digoel beragama
protestan, berasal dari Biak.
Dengan
lahirnya kabupaten-kabupaten baru, Bupati-bupat juga giat untuk
mencari tenaga kerja dan mengundang para investor. Itulah sebabnya,
di hampir semua wilayah, datanglah banyak orang dari segala penjuru
untuk menjadi pegawai pemerintah ( Pegawai Negeri Sipil ), para
pedagang dan para pengusaha mebel, pengusaha bengkel dll. Juga di
wilayah ini telah masuk lebih dari 12 Investor Perkebunan Sawit.
Daerah
Umap dan Kombut ( Mindiptana) telah ada jalan mobil yang
menghubungkan Merauke, Asiki, Kali Muyu, Umap dan Kombut. Pada musim
panas, mobil sudah bisa sampai di sana dengan aman. Saya sudah pernah
sampai di Umap dengan mobil. Semua berjalan lancar. Saat ini sedang
dibuka jalan dari Merauke sampai di Wamal. Pada musim panas, sudah
banyak orang yang bergerak melalui jalan darat dari Merauke sampai
Okaba, dan kali Buraka. Dalam waktu 6 – 7 jam orang dari Merauke
sudah bisa sampai di Buraka.
Investor
yang telah masuk ke wilayah ini, menguasai tanah penduduk puluhan
ribu bahkan ratusan ribu hektar. Masyarakat lokal kehilangan hutan,
rawa, rawa sagu dan juga binatang buruan. Memang, ketika investor
baru saja masuk mereka dapat uang banyak sebagai uang kompensasi atas
hutan yang mereka sewa, namun setelah 6 bulan, mereka kehilangan mata
pencaharian. Karena mereka tidak disiapkan dengan baik, dan punya
gaya hidup sendiri, modernisasi dan tuntutan pihak perusahaan:
disiplin waktu, tanggung jawab, kerja sama, ketelitian dll tidak
dapat mereka penuhi. Akibatnya mereka hanya bekerja sebagai buruh
kasar, gaji mereka kecil, dan pada akhirnya mereka dipecat. Akibat
lebih jauh, mereka sering sakit-sakitan karena kekurangan gizi.
Mereka menjadi penganggur dan orang-orang yang tersingkirkan di
kampung halaman mereka sendiri.
Sekretariat
Justice and Peace telah bekerja keras untuk memberikan penyadaran
akan hak-hak azasi manusia, perlindungan hutan, dan penguatan
masyarakat dengan lahirnya peraturan kampung. Mereka membatasi gerak
investor untuk masuk terlalu jauh ke dusun-dusun mereka. Di
tempat-tempat itu, mereka membuat batas-batas dengan menanam
pohon-pohon tertentu, sehingga perusahaan dilarang melewati wilayah
itu. Sudah banyak kali diadakan pelatihan dan pembekalan bagi
masyarakat kampung.
PT
Merpati Nusantara sudah bangkrut. Semua pesawat Merpati sudah tidak
pernah terbang lagi melintasi bumi Papua. Twin Otter milik Pemda
Merauke, sejak 2 tahun lalu sampai sekarang ini parkir di bandara
Moppa. Sebagai gantinya, Pemda menyewa pesawat Susy Air untuk
melayani daerah pedalaman. Hampir setiap hari ada penerbangan ke
Kimaam, Okaba, Kepi, Tanah Merah dan Bade. Kalau tidak salah, Susy
Air melayani Mindiptana 3 x dalam seminggu.
Para
uskup sedang berusaha agar pesawat AMA bisa terbang melayani seluruh
tanah Papua. Yayasan AMA yang mendapat ijin sosial untuk terbang ke
pedalaman, sekarang sudah menjadi PT AMA. Ijin komersial sedang
diurus, sehingga kelak bisa terbang ke semua jurusan dengan lebih
bebas. Uskup Jayapura dan Uskup Timika sebagai Ketua Badan Pengurus
AMA sudah bertemu dengan Menteri Perhubungan, minggu yang lalu. Pada
saat kunjungan ke Jayapura itu, tanggal 7 Maret 2015 Mentri meminta
Dirjen Perhubungan Udara untuk melihat secara langsung kantor dan
hanggar pesawat AMA. Moga-moga pada bulan Juni 2015 ini, ijin
komersial untuk pesawat-pesawat AMA sudah terbit.
Bila
ijin operasional sudah terbit, di Merauke akan ada pesawat AMA yang
siap melayani masyarakat dengan tepat waktu, dan tidak pilih-pilih
penumpang. Saat ini sering terjadi, penumpang yang punya banyak uang
yang bisa naik pesawat. Orang sakit / orang mati sulit sekali untuk
mendapatkan bantuan untuk diangkut. Juga untuk mendapatkan tiket ke
pedalaman atau pulang dari pedalaman, sering sulit sekali karena
pelbagai macam alasan, meskipun pesawat sudah terbang setiap hari.
Lebih-lebih pada akhir tahun akademik, ketika banyak orang
membutuhkan transportasi udara untuk mempercepat urusan administrasi
/ sekolah, orang-orang kecil sulit untuk dapat tiket. Mengapa begitu
?
Misalnya
harga tiket Kepi – Merauke Rp. 1 juta. Yang terjadi adalah
Penumpang yang sudah punya tiket menjual kembali ke orang lain dengan
harga Rp. 1,2 juta. Lalu dia menjual lagi ke orang lain dengan harga
Rp. 1,4 juta. Maka, mereka yang punya uang banyak (pedagang dan
pejabat) yang lebih sering mendapatkan tiket. Praktek ini amat
disesalkan oleh masyarakat, namun sangat sulit diberantas. Kepada
kami, mereka tetap memberikan harga tiket yang normal. Itulah
sebabnya, mereka amat berharap pesawat AMA segera terbang dan
melayani daerah selatan.
Menurut
pembaca “Bagaimana rasanya.......??? Apa yang ada di benak para
mantan misinaris ketika mengenang kembali masyarakat yang mereka
tolong dan merek kembangkan.....dengan susah payah ?”....diperlakukan
demikian oleh orang sebangsa dan setanah air dengan mereka sendiri ?
Para misionaris datang dari jauh-jauh, mengorbankan diri dan waktu
agar mereka yang masih tertinggal itu bisa sejajar dengan
bangsa-bangsa lain. Sebaliknya bangsanya sendiri malah
“menyengsarakan saudara-saudarinya yang ingin maju”.
Pengabdian
adalah kata yang mudah diucapkan, namun amat sulit untuk mendapatkan
orang-orang yang mendahulukan pengabdian. Pada jaman sekarang ini,
yang didahulukan adalah uang dan prestasi, meski sering harus
mempertaruhkan harga diri.
Komentar