SURAT GEMBALA PRAPASKA 2015
PEMBACA YANG BUDIMAN
Pada hari minggu menjelang Rabu Abu, dibacakan Surat Gembala Prapaska, dari uskup yang hendak menyapa umatnya, dalam rangka memasuki masa pantang dan puasa. Hari Rabu Abu, jatuh pada tanggal 18 Februari. Karena itu, surat ini akan dibacakan secara serentak di paroki-paroki pada tanggal 15 Februari 2015. Inilah sapaan itu, yang saya hadirkan di sini untuk anda. Silakan menikmati butir-butir rohani yang ada di dalamnya.
SURAT
GEMBALA PRAPASKA
TAHUN 2015
Umat
sekalian
Para
pastor, suster, bruder
Kaum
muda dan anak-anak terkasih
Setiap tahun, kita semua menjalani pantang dan puasa. Mungkin ada yang
berpikir kita berpantang dan berpuasa karena sudah biasa begitu, sudah
dijadwalkan dan kita tinggal ikut. Yang lain lagi berpendapat, masa pantang dan
puasa adalah masa untuk kumpul-kumpul uang APP (aksi puasa pembangunan). Maka,
baik bila kita memahami kembali makna pantang dan puasa.
Pertama-tama bagi kita orang katolik,
pantang dan puasa merupakan tanda pertobatan, tanpa penyangkalan diri, dan
tanda kita mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu
salib, sebagai silih atas dosa kita dan sebagai doa demi keselamatan dunia.
Jadi pantang dan puasa bagi kita tidak pernah terlepas dari doa. Hasil pantang
dan puasa yang disertai doa itu, diwujudkan dalam tindakan amal kasih kepada
saudara-saudari yang membutuhkan bantuan. Dengan demikian, pantang dan puasa
merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri kita kepada Tuhan dan sesama,
dan bukan untuk maksud-maksud lain, misalnya diet supaya lebih kurus, bisa
menghemat, atau kumpul-kumpul uang supaya bisa beli hp baru, sepatu baru, motor
dll.
Kedua, dengan mendekatkan diri kepada
Tuhan, kita dapat menjadi lebih peka pada kehendak dan rencana Allah bagi
keselamatan kita dan umat manusia. Melalui pantang dan puasa, kita ambil bagian
dalam karya keselamatan Tuhan, bukan hanya sekedar menahan haus dan lapar
secara lahiriah, atau menghindarkan diri
dari rokok, alhokol, manisan, makanan dan minuman kegemaran kita. Korban kita
punya nilai dan makna rohani yang tinggi, karena kita menyatukannya dengan
korban Kristus di kayu salib. Masa pantang dan puasa menyadarkan kita semua dan
menolong kita untuk melihat bahwa Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk
mengubah hidup kita, dan lingkungan kita. Pertobatan tidak dapat “diturunkan derajatnya”
sehingga hanya sampai pada tataran lahiriah saja, atau hanya dengan kata-kata /
slogan-slogan, tetapi meliputi dan mengubah keseluruhan pribadi orang itu,
dimulai dari pusat pribadinya yaitu hati nuraninya.
Kita semua mengalami bahwa pengaruh dan
peranan keluarga, komunitas atau lingkungan atau kelompok-kelompok doa amat
besar untuk terjadinya pertobatan / perubahan.
Kesadaran akan pentingnya peranan keluarga bagi kehidupan manusia,
mendorong Muspas Kame 2014 memutuskan bahwa kita sekalian pada tahun 2015
memberi perhatian yang besar kepada keluarga-keluarga. Diharapkan melalui
pembinaan dan kegiatan bersama, akan muncul keluarga-keluarga yang mantap dalam
kesatuan dan keutuhannya, dalam pendidikan, kesehatan dan ekonominya, dalam
bidang keterlibatannya dan pengembangan dirinya. Keluarga-keluaerga yang
demikian ini, akan menjadi kekuatan bagi Gereja, masyarakat dan bangsa kita.
Tema Natal tahun 2014 yang lalu
adalah “Berjumpa dengan Allah di dalam Keluarga”. Melalui tema ini hendak dinyatakan bahwa
keluarga-keluarga itu adalah persekutuan suami istri yang diberkati, dikuatkan
dan dilindungi oleh Allah. Ada ungkapan yang mengesankan saya, tentang
pekerjaan kecil-kecil yang dilakukan kaum ibu. “Di dalam pekerjaan memasak,
membersihkan rumah, mencuci, menyeterika, kaum ibu menyatakan dengan cara yang
amat sederhana kerinduan terdalam pribadi manusia untuk membawa keteraturan,
keselarasan dan keutuhan kepada dunia yang dikuasai kekacauan (khaos) dan
ketidakteraturan. Mereka merawat dan memperindah rumah, dan membuatnya baik dan
kudus. Mereka adalah pencipta tempat kudus”.
Dengan kegiatan sehari-hari untuk mencari nafkah, pengorbanan dan teladan hidupnya, kaum bapa memimpin, mengajar dan menguduskan istri, anak-anak dan seluruh isi rumahnya. Melalui keteladanan suami istri itu, cinta dan pengenalan akan Allah ditanamkan kepada anak-anak mereka. Dengan disemangati oleh keluarga kudus Nazareth, mereka berjuang untuk menjadikan keluarga-keluarga mereka berkenan di hadapan Allah dan manusia, sehingga melalui mereka umat berjumpa dengan Allah. Paus Fransiskus mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Hidup Bakti. Beliau mengajak umat katolik untuk mengucap syukur atas anugerah panggilan sebagai biarawan-biarawati dan sebagai pelayanan umat. Beliau juga mendorong umat untuk berdoa kepada Tuan yang empunya panenan agar Dia memanggil banyak kaum muda untuk mengikuti panggilan-Nya.
Dengan kegiatan sehari-hari untuk mencari nafkah, pengorbanan dan teladan hidupnya, kaum bapa memimpin, mengajar dan menguduskan istri, anak-anak dan seluruh isi rumahnya. Melalui keteladanan suami istri itu, cinta dan pengenalan akan Allah ditanamkan kepada anak-anak mereka. Dengan disemangati oleh keluarga kudus Nazareth, mereka berjuang untuk menjadikan keluarga-keluarga mereka berkenan di hadapan Allah dan manusia, sehingga melalui mereka umat berjumpa dengan Allah. Paus Fransiskus mencanangkan tahun 2015 sebagai Tahun Hidup Bakti. Beliau mengajak umat katolik untuk mengucap syukur atas anugerah panggilan sebagai biarawan-biarawati dan sebagai pelayanan umat. Beliau juga mendorong umat untuk berdoa kepada Tuan yang empunya panenan agar Dia memanggil banyak kaum muda untuk mengikuti panggilan-Nya.
Sementara itu, tantangan yang
dihadapi oleh keluarga juga amat banyak: egoisme, sikap tidak peduli kepada
sesama, melemahnya kerinduan pada hal-hal rohani, melunturnya semangat
menggereja, mencari gampang, gaya hidup enak, juga kecanduan alkohol, obat
bius, narkoba dll. Sikap mendewakan uang, tidak jujur, korupsi, berfoya-foya,
dan kemabukan yang pada gilirannya akan menimbulkan kekecewaan, kekerasan, dan
permusuhan, ada di sekitar kita. Sikap masa bodoh kepada Tuhan dan atas nasib
dan kehidupan sesama yang menderita, sudah menyerang seluruh dunia. Bahkan
banyak orang masa bodoh terhadap dirinya sendiri.
Maka melalui pantang dan puasa ini,
marilah kita mohon rahmat Allah dan berjuang agar
1. pertobatan kita membawa kedamaian dan
perubahan hati nurani yang terwujud dalam pola pikir dan tindakan kita
sehari-hari. Kita menjadi orang-orang yang makin berkenan kepada Tuhan dan
sesama,
2. keluarga-keluarga katolik tetap setia
dalam pernikahan mereka, sanggup menanamkan nilai-nilai keutamaan dan
kerohanian kepada anak-anak mereka. Bahkan mereka menjadi tanda kehadiran Allah
yang nyata. Semoga dari antara mereka, ada banyak yang dipanggil untuk menjadi
imam dan biarawan-wati.
3. keluarga-keluarga yang ada dalam
kesulitan dan dirundung malang, dan pasangan-pasangan yang belum menikah secara
gerejani, segera mendapat pertolongan yang mereka butuhkan. Semoga kita juga
siap menolong keluarga-keluarga yang membutuhkan bantuan kita dengan tulus dan
gembira.
4. Kaum muda dengan bekal yang mereka
terima dari orangtua, para guru dan pembinaan-pembinaan yang ada, mereka dapat
mengatasi kebingungan, kecemasan dan kekecewaan
serta tawaran-tawaran dunia masa kini.
Semoga masa pantang dan puasa,
sungguh-sungguh mempersiapkan kita semua untuk menerima anugerah besar pada
pesta Paska mendatang.
Merauke, 1 Februari 2015
Berkat dari Uskupmu
Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC
Komentar