SPIRUALITAS DAN PEMBERANTASAN MALARIA
Pembaca yang budiman
Tanggal 24 Februari 2015, saya diundang oleh Perdhaki
(Persatuan Karya Dharma untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia) untuk melihat
segi spiritualitas Gereja, dalam pelayanan pemberantasan Malaria. Buah permenungan atas spiritualitas itu, saya
haturkan untuk anda. Selamat menikmati butir-butir mutiara yang ada di dalamnya.
KEIKUTSERTAAN GEREJA LOKAL
(KEUSKUPAN)
PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA
DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
Sebuah tinjauan
spiritual
Manusia adalah makhluk hidup yang merupakan satu kesatuan
utuh dari badan, jiwa dan roh. Sebagai
orang beriman kami percaya bahwa manusia adalah CIPTAAN TUHAN YANG SECITRA DENGAN DIA ( Kej 1 : 26 – 27 ).
Allah berfirman: "Baiklah Kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di
laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia;
laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
TUHAN ALLAH MENEMPATKAN
MANUSIA DI TEMPAT YANG AMAT BAIK
TUHAN Allah menumbuhkan
berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan
buahnya. Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu. TUHAN
Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan
dan memelihara taman itu ( Bdk. Kej 2: 9 – 15 ).
Kaum muda Papua mengalami berkat Tuhan yang berlimpah di
tanah ini. Bagi mereka ( dan bagi kami juga ), pulau ini begitu kaya dan indah.
Pengalaman itu diungkapkan dalam lagu berikut ini:
LAGU TANAH PAPUA:
Di sana pulauku yang membisu slalu
Tanah Papua pulau indah
Hutan dan lautmu yang membiru slalu
Cendrawasih burung emas
Gunung-gunung lembah-lembah
Yang penuh misteri
Kaupuja slalu keindahan alamku yang mempersona
Sungaimu yang deras mengalirkan emas
Syo ya Tuhan trima kasih.
Sebuah pengakuan diri
yang lebih mendalam, atas identitas sebagai anak Papua, diungkapkan dalam lagu
ini:
AKU PAPUA
Tanah Papua tanah yang kaya - Surga kecil turun ke bumi
Seluas tanah sebanyak batu - Adalah tanah harapan
Tanah papua tanah leluhur - Di sana aku lahir
Bersama angin bersama daun - Aku dibesarkan
Refr:
Hitam kulit keriting rambut, aku Papua 2x
Biar nanti langit terbelah, aku Papua.
Bagi masyarakat, tanah Papua ini adalah surga kecil yang
turun ke bumi. Maka tanah adalah tempat yang sakral. Dari sana banyak kehidupan
berasal. Mahluk hidup tidak bisa bertahan hidup tanpa tanah. Semua yang ada di
bumi ini, selalu berakaitan dengan tanah, dan atas dasar itu mereka menyebut
tanah sebagai ibu. Tanah adalah ibu yang
sangat kaya dan ramah, ibu yang memberikan perlindungan dan makan setiap hari
kepada anak cucu mereka sepanjang jaman.
Kesakralan tanah itu tampak dengan pengakuan dan penghormatan
kepada “totem-totem”. Totem adalah sesuatu / benda tertentu yang diakui sebagai
wujud / tanda kehadiran moyang. Dalam ungkapan lain: moyang mereka menitis
dalam rupa totem. Totem-totem tsb
misalnya: basik-basik (babi hutan), gebse (kelapa), kaize (anjing), ndiken
(burung pelikan). Moyang mewujudkan dirinya dalam totem, untuk melindungi anak
cucu mereka, sekaligus “merelakan dirinya untuk dimakan”. Namun sebelum mengambil
totem untuk dimakan, mereka harus terlebih dahulu “meminta ijin / restu kepada
moyang mereka (berdoa dan mengucapkan mantra tertentu)”. Maka, mereka mengambil
totem untuk dimakan secukupnya saja. Mereka tidak boleh memperlakukan
totem-totem itu semau mereka sendiri.
Mereka juga percaya bahwa di tanah itu nenek moyang itu “lahir”
(muncul ke permukaan tanah). Maka tanah
yang amat sakral ini, tidak akan pernah dipindahtangankan atau dijual kepada
orang / suku lain. Bagi mereka, menjual tanah
tempat kelahiran nenek moyang sama dengan membunuh mereka sendiri. Mereka tidak bisa dipisahkan dari “ibu” (tanah
leluhur) dan dari kelompok masyarakat (komunitas) mereka. Mereka hidup dari, di
dalam dan untuk komunitas di tanah / wilayah tertentu untuk seumur hidup.
Tanah / wilayah itu diberikan oleh nenek moyang mereka secara
turun-temurun kepada komunitas. Tanah di wilayah itu bukan diberikan kepada
pribadi-pribadi. Pribadi-pribadi tidak punya hak atas tanah. Tanah dan segala
sesuatu yang ada di bawah dan di atas tanah, di rawa dan atau sungai di wilayah
tertentu adalah milik komunitas / marga. Dari sinilah muncul yang kita sebut
hak ulayat. Itulah sebabnya, mereka tidak mudah untuk pindah dari tanah ulayat
mereka.
Dari uraian ini, menjadi jelas bagi kita bahwa anak Papua
tidak bisa hidup tanpa tanah, air, komunitas dan komunitas moyang. Ikatan dengan
tanah, kampung halaman, orangtua dan sanak saudara, dan komunitas begitu kuat. Semua
itu di satu pihak merupakan kekuatan,
dukungan dan sumber inspirasi dalam kehidupan mereka. Di pihak lain, semuanya
itu bisa merupakan hambatan / kelemahan, karena pribadi-pribadi menjadi amat
tergantung / terikat kepada banyak pihak yang membuat mereka sulit untuk
berkembang. Terlebih bila pribadi-pribadi itu mempunyai pandangan yang berbeda
dengan keluarga besar / komunitas, mereka bisa “dihukum” secara adat. Meskipun ada
di antara komunitas / keluarga besar, orang itu dianggap tidak ada / tidak
berpengaruh apa-apa.
Supaya bisa berpengaruh, dan pandangannya memberikan
pembaharuan kepada masyarakatnya, dia harus berpendidikan tinggi, punya uang
banyak, punya fasilitas pendukung, punya pengalaman hebat, relasi dengan para
pejabat tinggi dll. Sudah banyak orang
setempat yang berhasil mempengaruhi komunitas / keluarga besar mereka, setelah
mereka berhasil “mendapatkan status dan kekuatan besar” sebagai pejabat di
daerah ini. Jabatan publik sebagai Bupati, Ketua DPRD, kepala dinas, camat dll
merupakan jabatan bergengsi yang dapat menjadi jalan masuk untuk mencerahkan
dan mengembangkan komunitas / keluarga besar mereka.
Mereka adalah pemilik tanah yang amat luar (ribuan hektar),
laut dan sungai, dan segala kekayaan yang ada di dalam dan di atasnya. Mereka
kebanyakan tinggal di pinggiran, di desa-desa dan di pelosok-pelosok. Sudah semestinya bahwa mereka yang memiliki di "surga kecil" yang amat kaya dan berkelimpahan itu hidup dalam damai, berkecukupan, dan dapat mengembangkan diri sesuai dengan berkat dan budaya yang mereka miliki dan hidupi. Mereka sudah sepantasnya bisa membangun dan turut berperan dalam menata masyarakat, bangsa dan negara sejajar dengan saudara-saudarinya yang datang dari pulau lain. Bahkan mereka juga bisa berperan untuk membangun dan mengembangkan daerah-daerah lain.
Namun mereka
pula yang sering:
1.
Menjadi
korban ketidakadilan dan tidak terdengar suaranya ( harga mahal, tanah ulayat
diambil alih pihak lain,
2.
Tertinggal
dan kurang diperhatikan (pendidikan dan kesehatan)
-
Tidak
lancar dalam membaca, menghitung dan menulis
-
Mengalami
cacat seumur hidup atau meninggal
-
Kena
guna-guna (santet) / dituduh melakukan santet
3.
Kurang
informasi / tidak mendapat informasi
4.
Tidak
punya /kurang SDM berkualitas dan terampil
Mereka kini miskin, menjadi penganggur / buruh kasar dengan
upah kecil, mudah sakit, tidak berdaya dan amat tergantung kepada para
pendatang, pemerintah setempat, pengusaha dan para investor. Pembangunan yang ada selama ini, lebih terarah pada bidang fisik. Dana yang berlimpah-limpah habis untuk kegiatan dan urusan yang bersifat teknis dan konsumtif. Bidang mental spiritual dan kejiwaan dibiarkan merana, dan dikatakan tidak ada dana. Bidang pendidikan dan kesehatan mendapatkan suntikan dana yang tidak sebanding dengan kebutuhan untuk penyiapan, pengembangan dan pemberdayaan SDM setempat.
Atas situasi yang
demikian ini, pelayanan kami tidak terbatas pada pelayanan rohani saja, tetapi
juga menyangkut pelayanan di bidang kejiwaan dan jasmani. Selain pelayanan
sakramen-sakramen, katekese (pengajaran agama), kunjungan rumah, penyadaran
akan nilai-nilai kemanusiaan, kami juga membawa barang-barang kebutuhan mereka. Namun membawa barang-barang bukanlah tujuan / kegiatan utama kami, karena kami bukan pedagang.
Kami membawa semen,
pasir, bahan-bahan bangunan lainnya. Kami terlibat juga dalam bidang pendidikan
formal, dengan adanya TK, SD, SMP. Melalui pembinaan di asrama dan keluarga
secara teratur dan berkelanjutan, kami memperhatikan segi kemanusiaan dan
kejiwaan mereka. Melalui klinik dan balai pengobatan, bakti sosial, pengobatan
keliling dalam kerja sama dengan dokter, bidan perawat dan petugas teknis
lainnya kami melayani orang-orang yang sakit di daerah-daerah terpencil.
DASAR PELAYANAN KAMI:
PENGAKUAN DAN PENGHARGAAN KEPADA MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK YANG BERMARTABAT
DAN DICIPTAKAN SECITRA DENGAN ALLAH
SPIRITUALITAS PELAYANAN KAMI:
DIUTUS YESUS UNTUK
MEWUJUDKAN KASIH ALLAH
KEPADA SESAMA MANUSIA
TANPA MEMBEDA-BEDAKAN
CARANYA:
1.
Membawa
dan menghadirkan Yesus dalam pelayanan. Kalau bukan Yesus yang kami bawa, kami
adalah petugas-petugas sosial, atau pegawai / orang-orang upahan. Kami bekerja bukan
karena digaji, tetapi karena diutus untuk membawa sukacita dan berkat Allah
kepada semua orang terlebih yang terpencil, yang miskin dan terlantar. Gereja
katolik ada untuk mereka.
2.
Hadir
dan terlibat secara aktif dalam kehidupan sesama manusia sesuai dengan hukum
cinta kasih. Hidup berdampingan secara
damai sebagai anak-anak Allah yang rukun dan penuh persaudaraan merupakan
cita-cita bersama. Mereka yang tertinggal dan terpencil dibantu agar semakin
mandiri dan berdaya besar serta termotivasi untuk mengembangkan masyarakat dan
daerah mereka sendiri.
3.
Bertahan
di tempat-tempat yang sulit / yang tidak dilayani. Ketika tidak ada pihak-pihak
lain yang mau pergi untuk melayani mereka, Gereja katolik terpanggil dan
terutus untuk ke sana.
4.
Bekerja
sama dengan semua pihak yang berjuang untuk membela kehidupan manusia, makhluk
hidup dan lingkungannya
Kesimpulan:
1.
kehadiran
dan keterlibatan keuskupan (kami) dalam pemberantasan malaria, dan pelayanan
kepada sesama terlebih yang sakit, terlantar dan terpencil adalah karena
panggilan dan perutusan yang diterima dari Yesus.
2.
Kami
melihat wajah Kristus dalam diri sesama yang menderita, yang sakit, yang kecil
dan tidak berdaya, sehingga ketika melayani mereka, kami mengimani bahwa kami
melayani Yesus sendiri.
3.
Kami
membawa Yesus kepada mereka. Itulah sebabnya mereka melihat wajah Yesus yang
hadir dan menyapa mereka melalui diri kami.
4.
Yesus
memilih kami menjadi orang-orang kepercayaan-Nya untuk meneruskan berkat,
kasih, perlindungan, penyembuhan, sapaan dan sukacita yang hendak Dia berikan
kepada umat manusia di seluruh dunia, khususnya di tempat kami diutus.
5.
Melalui
kami Allah hendak menguduskan dan mengantar umat-Nya kepada kehidupan bersama
Allah di dunia ini, dan kelak di surga. Allah bekerja dan menguduskan umat-Nya
melalui pelbagai cara, secara khusus melalui diri kita.
Berbahagialah kita yang dipilih Allah
untuk meneruskan kasih-Nya.
Komentar