SAMBUTAN DUTA VATIKAN
PEMBACA YANG BUDIMAN
Rasanya baik bahwa
apa yang saya dapatkan ini saya teruskan kepada anda. Sebuah pesan,
mungkin kali ini tidak punya arti, namun pada suatu hari, ketika dibaca
kembali, kalimat-kalimat yang dulunya diam membisu, ternyata berbicara banyak dan
memberikan nilai atau peneguhan yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Karena itu, saya teruskan sambutan Duta Vatikan (Mgr. Antonio Guido Filipazzi)
sampaikan pada pembukaan sidang KWI tanggal 3 November 2014 yang baru lalu,
saya haturkan untuk anda.
Para Konfrater dan Rekan kerja Konferensi Waligereja yang terkasih,
Sidang Umum Tahunan Konferensi Waligereja adalah sebuah momen
perjumpaan dan musyawarah penting bagi Anda, para Gembala Gereja terkasih di
Indonesia, untuk meningkatkan upaya bagi Keuskupan Anda, bagi komunitas Katolik
di negeri ini dan juga bagi masyarakat luas. Saya senang bisa menyampaikan
salam hangat dan ucapan selamat bekerja di hari-hari mendatang kepada Anda
sekalian.
Dalam diri Anda, saya melihat Gereja-Gereja partikular Anda, yang
seturut penglihatan dalam Kitab Wahyu, Andalah para malaekat itu. Saya
terkenang akan komunitas-komunitas Keuskupan – Bogor, Palembang, Jayapura,
Manado, Bandung, Pontianak, Makassar, Ambon dan Weetebula – yang sempat
saya kunjungi sejak November tahun lalu.
Secara khusus, saya bermaksud menyapa Ketua Anda, Mons. Ignatius
Suharyo Hardjoatmodjo dan berterimakasih atas segala jerih payahnya
berkomunikasi dengan Nunsiatura. Sesungguhnya, Konferensi Waligereja dan
Perwakilan Kepausan, dalam tugas yang berbeda, sama-sama melayani kehidupan dan
perutusan Gereja di Indonesia. Saya berharap agar kerjasama diantara mereka
dapat terus berkembang baik dan berdaya guna.
Saya ingin menyalami para Uskup yang baru pertama kali menghadiri
Sidang ini: Mons. Paskalis Bruno Syukur OFM, Uskup Bogor, dan Mons. Antonius
Subianto Bunyamin, OSC, Uskup Bandung. Salam saya juga ditujukan
kepada para Uskup Emeritus, baik yang hadir di sini maupun yang absen (mulai
dari yang mulia Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja, SJ). Salam khusus saya
sampaikan kepada dua emeritus baru, Mons. Hieronymus Herculanus Bumbun,
OFMCap., dan Mons. Michael Cosmas Angkur, OFM, dan salam juga bagi Mons.
Andreas Peter Cornelius Sol, MSC, Uskup Emeritus Ambon, yang tahun ini baru
saja merayakan 10 tahun tahbisan uskup dan genap 99 tahun usianya, saya
sungguh senang bertemu beliau dalam keadaan sehat baru-baru ini di Ambon.
Seperti yang tadi saya katakan, telah terjadi perubahan pimpinan
di beberapa keuskupan dalam 12 bulan terakhir (Bogor, Bandung, Pontianak), namun
perlu kita sadari bahwa masih ada tiga Keuskupan lain yang menantikan Uskup
baru, dan masih dibutuhkan tiga calon baru lain berkaitan dengan telah
dicapainya usia 75 tahun beberapa Uskup, dan jangan lupa masih ada rencana
pendirian sebuah Keuskupan baru di Sumatra.
Anda semua tahu, cara Bapa Suci menunjuk Uskup-Uskup baru di
berbagai Keuskupan Indonesia, yang masih menanti-nantikan mereka, sungguh
merupakan upaya cukup pelik. Dalam tugas ini sangatlah penting kerjasama
diantara para Uskup sendiri, karena pendapat mereka memiliki bobot tinggi bagi
Tahta Suci. Selain berterimakasih atas kerjasama yang telah diberikan kepada
saya dan para pendahulu saya hingga saat ini, saya bermaksud merekomendasikan
agar kerjasama ini tetap berlanjut dan berkembang.
Saya mau meminta secara khusus agar permohonan yang berasal dari
Nunsiatura tentang hal ini – juga tentang hal-hal lain – hendaknya selalu
ditanggapi secepat mungkin dan dengan penuh ketepatan serta seluas mungkin,
selain selalu perlu dijaga kerahasiaannya. Ini merupakan sebuah kewajiban
pelayanan keuskupan, yang bukan hanya melibatkan Keuskupannya sendiri, tetapi
juga menyangkut sebuah “sollicitudo omnium Ecclesiarum” (himbauan bagi semua
Gereja), mulai dari keuskupan terdekat.
Ajakan saya ini hendaknya diletakkan dalam konteks kerjasama yang
lebih luas dalam rangka pertukaran informasi dan hasil refleksi yang selalu
harus terbangun di antara Nunsiatura dan para Uskup. Tentang hal ini, saya
tidak pernah lelah menekankan betapa penting dan bermanfaatnya wawancara
pribadi, yang bagi saya selalu merupakan sumber pemahaman lebih baik dan juga
sumber peneguhan yang semoga membantu Anda juga. Sebuah semboyan Latin
menyatakan: “Ianua patet, cor magis”. Pintu rumah Nunsiatura saja selalu
terbuka bagi Anda, apalagi jantung Nunsiatura. Sekali lagi saya mengajak Anda
untuk tidak takut mengambil prakarsa dalam pertukaran informasi ini, meskipun
tidak ada masalah-masalah yang perlu segera diatasi.
Untuk itu saya berbahagia bahwa tradisi berjumpa per kelompok
selama beberapa malam tetap bisa berlangsung, semoga dalam suasana penuh
persaudaraan, santai dan gembira. Saya menyimpan harapan bahwa dalam beberapa
hari mendatang Anda bersedia memperhatikan Ekshortasi Kepausan “Evangelii
Gaudium” Paus Fransiskus, untuk dimanfaatkan petunjuk-petunjuknya demi
pembaharuan karya pastoral.
Jelas saya tidak ingin mengomentari “Evangelii Gaudium”, karena
dokumen ini begitu luas dan kompleks, namun agaknya dokumen tersebut berisi
petunjuk-petunjuk yang konkrit dan bermanfaat (misalnya, bagaimana seharusnya
bentuk kotbah-kotbah kita; n.135-144). Saya bermaksud menawarkan kepada Anda
beberapa pemikiran yang diambil dari sambutan Bapa Suci baru-baru ini berkaitan
dengan teks magisterium beliau (sambutan 19 September 2014),
yang mau tidak mau menginterpretasikan secara lugas Ekshortasi Kepausan.
Ada apa dengan dokumen ini? Menurut Bapa Suci, “ada saat-saat…..
dimana perutusan pokok Gereja, yaitu mewartakan Injil………. menjadi lebih
mendesak dan tanggungjawab kita perlu diperbaharui kembali”. Sesungguhnya,
dewasa ini ada banyak “orang letih dan lesu” yang menantikan Gereja, menantikan
kita! Mereka adalah “orang yang terluka…… membutuhkan kedekatan kita……. memohon
dari kita apa yang mereka mintakan kepada Yesus: kedekatan dan keakraban”.
Dalam “Evangelii Gaudium”, misalnya, Bapa Suci menghimbau agar setiap paroki
“selalu berkomunikasi dengan keluarga dan menyatu bersama umat serta jangan
menjadi sebuah struktur yang berbelit-belit terpisah dari umat atau menjadi
sebuah kelompok yang hanya memikirkan diri mereka sendiri” (n. 28).
Bagaimanapun juga, Bapa Suci mengingatkan akan sebuah bahaya yang
mungkin: yaitu mereduksi karya pastoral menjadi “sekedar sebuah rangkaian
prakarsa, tanpa berhasil menangkap makna pewartaan Injil. Kadangkala kita lebih
sibuk memperbanyak kegiatan daripada menjadi peka terhadap umat dan kebutuhan
umat bertemu Tuhan. Karya pastoral yang tidak memperhatikan hal ini lama-lama
akan menjadi steril”. Celakalah bila kita sampai kehilangan makna hidup
menggereja!
Selanjutnya, Paus Fransiskus mengingatkan sebuah prinsip dasar:
“Sebuah karya pastoral tanpa doa dan kontemplasi tak akan pernah menyentuh hati
manusia. Ia hanya berhenti di permukaan tanpa membiarkan benih Sabda Tuhan
melekat, bersemi, tumbuh dan menghasilkan buah”. Dalam “Evangelii Gaudium”,
Bapa Suci menulis: “Motivasi awal mewartakan Injil adalah cinta pada Yesus yang
telah kita peroleh, mengalami arti diselamatkan oleh Dia yang mendorong kita
untuk selalu lebih mencinta…… Oleh karena itu sangat mendesaklah mendapatkan
kembali semangat kontemplatif” (n. 154).
Penekanan-penekanan pendek ini membuat kita memahami bagaimana
“Evangelii Gaudium” mau mengajak kita mengambil sebuah model pastoral serupa,
daripada memperbanyak diskusi dan karya lahiriah. Beliau mengajak kita
menjumpai Tuhan dan sesama dan membuat agar melalui pelayanan kita Tuhan dan
manusia bisa berjumpa. Akhirnya, semua bersandar dan bergantung pada hal ini!
Selama hari-hari Anda menjalani sidang umum ini, liturgi Gereja
mengajak mengenang beberapa Gembala Kudus: S. Carolus Borromeus, yang di
Indonesia sosoknya dikenang melalui rumah sakit di berbagai tempat; S.
Martinus, Uskup pertama bukan martir yang Gereja rayakan pestanya; S. Josaphat,
seorang martir persatuan Gereja di haribaan Pengganti Petrus. Kasih, kekudusan
dan persatuan: inilah pesan-pesan para Uskup teladan yang bisa menuntun kita
dalam hari-hari ini. Melalui perantaraan mereka, kita percayakan entah dalam
refleksi atau musyawarah dalam pertemuan, entah dalam pelaksanaan seluruh
pelayanan kita, yang arahnya membawa “Evangelii Gaudium”, kegembiraan Injil,
kepada semua orang!
Selamat bekerja! Terima kasih!
Mgr. Antonio Guido Filipazzi
Semoga anda menemukan mutiara-mutiara yang indah di dalamnya.
Sering kali melalui kata-kata manusia yang nampaknya tidak berarti, atau tidak
menarik, Roh Tuhan dapat menghidupkan semuanya itu menjadi sarana / sapaan
cinta kasih Allah kepada anda baik secara pribadi maupun sebagai anggota
keluarga atau anggota masyarakat.
Komentar