JAKARTA DUBAI

PEMBACA YANG BUDIMAN

Saya sajikan untuk anda, oleh-oleh perjalanan ziarah ke Eropa beberapa hari terakhir ini. Oleh-oleh itu akan saya tulis secara bersambung. Moga-moga saya sanggup menyelesaikannya dalam beberapa waktu ke depan. Semoga ada butir-butir mutiara yang anda temukan di dalamnya. Inilah sajian pertama, yang saya tulis di Jakarta,  2 hari setelah tiba di tanah air. Selamat membaca.

Pengurus tur ziarah ini memberikan lembaran pedoman kegiatan dan rute yang akan kami ikuti selama perjalanan itu. Di lembaran itu, pada hari pertama tertulis: “Perjalanan ziarah merupakan salah satu kesempatan dalam hidup dan berkat bagi kita sebagai umat yang dikasihi Tuhan. Melalui kesempatan kali ini, kita akan berkumpul di Bandara Internasional Soekarno-hatta 3 jam sebelum keberangkatan, untuk penerbangan menuju Lisbon.

Tanggal 19 Juni 2014, di wisma KWI Jalan Kemiri no 15 Menteng – jakarta, para peserta ziarah berkumpul untuk saling berkenalan, merayakan misa kudus untuk mohon berkat perjalanan, dan mendapatkan pengarahan. Hal ini penting agar kami semua sebelum berangkat sudah saling kenal, dapat mempersiapkan hal-hal yang perlu di perjalanan, dan dengan hati damai berangkat karena telah dikuatkan oleh berkat Tuhan. Dalam pengarahan itu, kami semua diminta untuk berkumpul di Bandara sebelum jam 22.00 sehingga bisa bersama-sama cek in, pada jam 22.00.

Sekitar jam 21.00 sudah ada beberapa peserta yang datang di Pintu D-1 Terminal II. Menjelang jam 20.30 semua peserta sudah ada, dan kami semua mendapatkan pengarahan, menempelkan stiker / tanda pengenal di koper masing-masing peserta, baik yang akan dimasukkan ke bagasi maupun yang akan dibawa dalam kabin pesawat. Bu Janny yang dibantu oleh suaminya telah menyiapkan stiker, papan nama, dan pita berwarna hijau, dan mengikatkannya di masing-masing koper peserta. Setelah semuanya beres, kami mendapatkan pengarahan singkat, dan kemudian berdoa bersama.


Ternyata pengurus telah membantu kami cek in lebih dahulu, sehingga kami segera mendapatkan “boarding pass” dan bisa terus menuju ke bagian imigrasi. Koper-koper kami diurus oleh mereka dan dengan lebih leluasa kami tinggal menenteng koper kecil dan tentengan yang boleh dibawa ke dalam kabin pesawat. Kepada mereka yang telah mengurus kelancaran cek in, dan mengantar koper-koper besar ke loket cek in, kami ucapkan banyak terima kasih.

Di bagian imigrasi malam itu tidak ada begitu banyak penumpang yang akan berangkat, sehingga kami tidak perlu antre berlama-lama. Dalam beberapa menit, urusan imigrasi selesai. Kami masih punya waktu kira-kira 2 jam sebelum keberangakatan. Karena itu, kami memanfaatkan waktu itu dengan masuk di “lounge” dan menikmati makanan yang ada di sana. Mereka yang belum makan masih ada waktu cukup untuk bersantap malam, sedangkan yang sudah makan di rumah, juga masih bisa menikmati hidangan penghangat badan, atau menikmati kue-kue ringan.

Jakarta - Dubai

Itulah rute perjalanan hari pertama kami, dalam rangka ziarah 14 hari bersama rombongan MKPP (Misi Kemanusiaan Peduli Papua) tanggal 20 Juni – 3 Juli 2014. Kami ber-17, menumpang pesawat Eminarates EK 359, dari Jakarta ke Dubai, menempuh jarak lebih dari 7.600 km selama 8 jam. Sebuah perjalanan yang cukup panjang, dengan pesawat boing 737, yang terbang dengan kecepatan lebih dari 900 km per jam. Kami berangkat adari Jakarta jam 00.40 wib dan mendarat di Dubai jam 05.30.

 Beda waktu antara Jakarta dan Dubai adalah 3 jam. Waktu di sana lebih pagi daripada waktu di Jakarta, sehingga jarum jam di arloji kami harus dimundurkan 3 jam. Bila wakatu di sana menunjukkan jam 05.30 itu berarti waktu di Jakarta jam 08.30. Matahari di sana baru mulai terbit, sedangkan di Jakarta sudah mulai tinggi, karena sudah terbit lebih dahulu. Sebagian penumpang bisa tertidur, bahkan terlelap dalam perjalanan malam itu, sementara yang lain tidak bisa tidur. Mereka yang tidak bisa tidur, ada yang memejamkan mata, tetapi ada juga yang mengisi waktunya dengan membaca, atau mendengarkan musik atau menonton film yang disediakan. Mereka tinggal memencet tombol-tombol remote yang ada di bangku masing-masing, atau memencet tombol-tombol di layar di depan tempat duduk masing-masing.  

Saya tidak tahu berapa lama mata ini terpejam, namun yang pasti sudah dini hari baru saja bisa tertidur. Lumayan juga bisa tertidur di pesawat, sehingga ketika tiba di Dubai, badan ini sudah agak segar. Kami transit di Dubai selama kurang lebih 1 jam 45 menit. Kami harus ganti pesawat untuk menuju Lisbon, melalui jalan yang cukup panjang. Karena belum saatnya untuk boarding, pintu keberangkatan masih tutup. Kami masih punya waktu untuk jalan-jalan, minum kopi panas, dan melihat-lihat “suasana bandara” yang tampak lebih besar, lebih teratur, bersih dan mewah daripada bandara Cengkareng. Ada juga rekan kami yang belanja sesuatu yang masih diperlukan, yang lain duduk-duduk sambil bercerita, dan yang lain lagi “berfoto” supaya ada kenangan dalam perjalanan hari itu.


Kami tiba dengan selamat di negeri orang setelah terbang 8 jam. Negeri itu sesungguhnya gurun pasir dan panas, namun kaya dengan minyak. Hasil penjualan minyak itu dipergunakan untuk membangun negara dan mensejahterakan masyarakatnya. Di negeri yang panas dan tandus itu, ternyata ada banyak rejeki, baik rejeki duniawi mapun rejeki dalam rupa kehadiran banyak bangsa dari negara lain yang datang ke negeri itu. Pemerintah Negeri Emirate telah menjadikan masyarakatnya makmur dan menjadi idaman banyak orang untuk bekerja dan mengalami hidup sejahtera. Meskipun penduduknya beragama islam, namun kerukunan hidup beragama amat menjamin bangsa-bangsa lain yang berbeda agama, hidup dengan aman dan damai di sana. Mereka tidak menganut falsafat Pancasila, namun kebebasan beragama dari penduduk pribumi maupun orang asing dijamin oleh pemerintah.  


Ajaran agama yang benar adalah ajaran yang menjadikan setiap orang adalah duta-duta Allah yang maharahim, yang setiap saat siap untuk membawa damai bagi semua orang tanpa membedakan asal-usulnya, negaranya, agamanya, dan tingkatan sosialnya. Di Dubai, saya mengalami itu. Kaum muslim yang berjilbab atau tidak, yang dari Asia atau pun yang dari Eropa atau Amerika atau benua yang lain, bisa bekerja sama, duduk makan, mengusahakan kelancaran penerbangan, meningkatkan pelayanan kemanusiaan, dan menjaga ketenteraman dan kedamaian. Belum pernah saya mendengar di negeri itu ada teror, atau ledakan bom bunuh diri, atau pembajakan pesawat. Bahkan negeri ini mempunyai reputasi yang sungguh baik dalam dunia penerbangan.  Saya rindu bahwa di negeri yang berdasarkan Pancasila ini, kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan bagi semua warga negaranya sungguh-sungguh terjamin. Saya amat yakin bahwa hati nurani bangsa Emirate Arab sama dengan hati nurani manusia Indonesia, karena diciptakan oleh Tuhan yang satu dan sama. 

Komentar

Postingan Populer