DUBAI LISBON



PEMBACA YANG BUDIMAN

Inilah oleh-oleh untuk anda yang saya sajikan untuk menyambung tulisan saya. Semoga anda dapat menikmati butir-butir mutiara yang ada di dalamnya. Selamat membaca.

Tanggal 21 Juni 2014, kami terbang dari Dubai ke Lisbon. Penerbangan memakan waktu 8 jam. Hari masih masih pagi, kira-kira jam 07.15 waktu Dubai. Kami yang baru saja mengadakan perjalanan panjang Jakarta Dubai, selama 8 jam pada umumnya “menerima saja perjalanan itu” sambil sesekali membaca buku / majalah atau menikmati filem yang disediakan dengan cara memencet tombol-tombol remote. Saya memilih duduk manis, sambil memejamkan mata. Kebetulan saya duduk di kursi no 32, dan di depan saya ada ruang kosong. Para penumpang yang sudah capek duduk, bisa berdiri di sana atau meluruskan kaki atau antre untuk ke toilet.

Ketika saya membuka mata, pandangan saya tertarik seorang bocah kecil (A) berambut pirang yang sedang berjalan-jalan di depan saya, di ruang kosong itu. Umurnya kira-kira 2 tahun. Ia tampak seperti sebuah boneka, bermata biru. Muncul pula dari belakang tempat duduk saya, seorang bocah lain (B) yang lebih besar. Kira-kira umurnya 3 tahun. Mereka berdua tertawa, tangannya saling didekatkan.... lalu larilah B ke belakang. A tetap di tempat. B datang lagi, tangan kanannya disentuhkan ke tangan B, lalu lari ke belakang, kali ini diikuti A. Mereka tidak berbicara, tetapi bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat.

Kedua bocah kecil itu tahu dan bisa berkomunikasi. Mereka tahu bahwa mereka sebaya dan teman seumurnya itu “dapat memahami apa yang dirasakan oleh sesamanya”. Meski tubuh masih kecil, mereka sudah punya potensi untuk berkomunikasi. Tanpa kata pun “kebersamaan, seperasaan, rasa saling membutuhkan, dan aneka rasa lainnya” bisa diwujudkan. Mereka saling berkenalan tanpa menyebut nama. Mengenal nama bukanlah yang terpenting, karena yang terpenting bagi mereka adalah “kehadiran seorang teman yang memahami aneka rasa dan bisa diajak berkomunikasi”.

Pada jaman kita sekarang ini, sudah tersedia di mana-mana alat-alat komunikasi, yang sering disebut hp (hand-phone) dengan aneka merek. Menara-menara penghubung sambungan komunikasi elektronik / selular (milik indosat atau telkomsel) telah berdiri di banyak wilayah, dan menara-menara lainnya di luar negeri, telah memungkinkan orang untuk berkomunikasi jarak jauh. Memang sudah banyak kebutuhan atas barang dan jasa, telah terpenuhi dengan cepat karena bantuan alat-alat komunikasi itu. Mereka yang dalam keadaan sekarat dan kritis pun dapat segera ditolong karena lancar dan canggihnya alat komunikasi itu.

Di sisi lain, adegan bocah-bocah kecil itu telah menyerukan sesuatu kepada saya. Meski tidak kenal satu sama lain, mereka berusaha untuk berkomunikasi. Sementara itu, sepanjang perjalanan Dubai Lisbon, saya tidak berkomunikasi dengan sesama penumpang yang ada sebelah tempat duduk saya. Di deretan saya, ada 3 tempat duduk. Saya duduk di kursi dekat gang. Saya lebih memilih tidur. Kedua penumpang yang di sebelah saya pun memilih tidur. Mereka meski teman seperjalanan telah memilih tidur, terlebih penumpang yang duduk di tengah. Hampir sepanjang perjalanan, seluruh waktunya dihabiskan untuk tidur. Hidangan yang disediakan oleh pramugari hanya satu yang dimakan, yang lain dibiarkan saja, dan akhirnya diambil kembali oleh pramugari yang lain.

Komunikasi yang sebenarnya mudah dan murah, ternyata pada jaman sekarang ini orang makin sulit mendapatkannya. Mereka lebih suka berkomunikasi dengan orang-orang yang jauh di sana, sedangkan yang di sebelahnya atau serumah dengannya dilupakan, atau paling sedikit mendapat waktu. Karena itu, banyak orang kehausan akan komunikasi pribadi. Mereka kehilangan saat-saat dan pertemuan dua pribadi yang sangat mendasar yaitu saat dia bertemu, disapa, dimengerti, dihargai, didengarkan, didukung atau diberi pencerahan dan kekuatan. Sering alat komunikasi hanya sebagai hiburan, untuk mengisi kekosongan sesaat. Namun alat itu, tidak mampu dan tidak akan pernah bisa memberikan penghargaan dan pengertian, terlebih dukungan mental spiritual. Alat komunikasi adalah benda mati. Manusia membutuhkan komunikasi antar pribadi yang didasarkan pada nilai-nilai yang keluar dari hati nurani. 


Komentar

Postingan Populer