CERITA TENTANG SEORANG AYAH
PEMBACA YANG BUDIMAN
SYALOOM.....
Selamat berjumpa lagi pada bulan September ini. Saya memulai cerita pada awal bulan ini dengan menghadirkan sebuah "dongeng / cerita rakyat" yang sudah umum terjadi dalam kehidupan ini. Dongeng itu kemudian diangkat dan direnungkan sehingga menjadi bahan yang bagus sekali nilainya dan amat mudah untuk diingat.... Yang paling sulit adalah melaksanakan "apa yang diyakini sebagai sesuatu yang baik dan bernilai". Inilah dongeng / cerita rakyat itu:
Seperti itu juga hati Bapa di Surga. Dapatkah kita memahami kerinduan hati-Nya? Dia rindu bukan persembahanmu, tetapi Dia rindu hatimu. Dia merindukan suatu hubungan pribadi. Dia merindukanmu..! Betapa sepi hatiNya, jika engkau tidak hadir di hadirat-Nya, Dia menunggumu! Kehadiranmu melebihi persembahan yang engkau berikan, seberapapun besarnya persembahan itu.. Sebab persembahan yg utama adalah saat engkau dengan penuh cinta mengatakan dari kedalaman hatimu : "aku mengasihimu, Tuhan" dan dibuktikan dengann ketaatan yg total untuk menjalankan perintah-Nya..
Sudahkan kita memberi yang terbaik utk Tuhan dan membuat-Nya tersenyum kepada kita sambil berkata : "engkau memang anak yang mengerti akan Aku dan Aku mengasihimu....".
Jauh sebelum dongeng yang telah saya tuturkan kembali untuk anda, saya dapatkan dari seorang rekan, saya telah mengenal sebuah cerita dalam Kitab Suci tentang Bapa yang baik yang mempunyai 2 anak laki-laki. Kedua anak (kakak beradik ini) mempunyai perangai yang berbeda. Yang jelas, apa pun perangai mereka dan bagaimana kehidupan mereka, cinta dari ayah mereka tidak pernah berubah. Bahkan ketika mereka dalam situasi sulit / kecewa / putus asa / diperlakukan tidak adil, Ayah mereka menunjukkan belas kasih yang begitu besar. Cerita itu terdapat dalam injil Lukas 15: 11 - 32. Inilah cerita selengkapnya:
Yesus bercerita : "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.
Bulan September, adalah Bulan Kitab Suci Nasional untuk kita semua. Selama 1 bulan itu, diwartakan ( diceritakan ) kembali kebaikan dan karya keselamatan Allah bagi umat manusia. Dongeng / cerita yang beredar di tengah-tengah masyarakat, dapat merupakan "terjemahan / contoh-contoh nyata" yang nilainya dekat atau malah sama dengan yang diwartakan oleh Kitab Suci. Kalau memang demikian, hidup kita pada masa sekarang ini pun yang diterangi oleh Sabda Tuhan, merupakan "pancaran / wujud nyata" kebaikan dan karya keselamatan Tuhan bagi kita dan bagi banyak orang.
Cerita-cerita yang mempunyai nilai bagi kehidupan, ketenteraman, kedamaian dan kebahagiaan sebenarnya adalah sapaan Allah sendiri dalam sejarah / hidup manusia. Maka, berbahagialah kita yang memperhatikannya dan melaksanakan pesan dan nilai yang terkandung di dalamnya.
SYALOOM.....
Selamat berjumpa lagi pada bulan September ini. Saya memulai cerita pada awal bulan ini dengan menghadirkan sebuah "dongeng / cerita rakyat" yang sudah umum terjadi dalam kehidupan ini. Dongeng itu kemudian diangkat dan direnungkan sehingga menjadi bahan yang bagus sekali nilainya dan amat mudah untuk diingat.... Yang paling sulit adalah melaksanakan "apa yang diyakini sebagai sesuatu yang baik dan bernilai". Inilah dongeng / cerita rakyat itu:
"Seorang ayah yang beranjak tua, hidup seorang diri sejak isterinya meninggal. Ketiga anaknya sudah berumah tangga dan tinggal di luar kota. Tidak satupun dari mereka yang menghubungi lewat telepon, apalagi datang menengok. Tiap hari ia lalui dalam sepi. Namun tiap awal bulan saat ia ke ATM mengambil uang pensiun, ia selalu mendapati bahwa rekeningnya terisi uang yang lebih dari uang pensiunnya. Itu terjadi karena anak-anaknya selalu mengirimkan uang yang cukup bahkan berlebihan untuk membiayai hidup ayahnya. Sungguh anak-anak itu baik! Sekalipun begitu hatinya tetap kering, tidak ada pancaran rasa bahagia di wajahnya. Hatinya berbisik, “Bukan kedatangan uang ini yang aku harapkan, tetapi kedatangan anak-anakku. Aku rindu mereka, rindu celoteh dan kecerewetan mereka. Ah... ..... seandainya..
Seperti itu juga hati Bapa di Surga. Dapatkah kita memahami kerinduan hati-Nya? Dia rindu bukan persembahanmu, tetapi Dia rindu hatimu. Dia merindukan suatu hubungan pribadi. Dia merindukanmu..! Betapa sepi hatiNya, jika engkau tidak hadir di hadirat-Nya, Dia menunggumu! Kehadiranmu melebihi persembahan yang engkau berikan, seberapapun besarnya persembahan itu.. Sebab persembahan yg utama adalah saat engkau dengan penuh cinta mengatakan dari kedalaman hatimu : "aku mengasihimu, Tuhan" dan dibuktikan dengann ketaatan yg total untuk menjalankan perintah-Nya..
Sudahkan kita memberi yang terbaik utk Tuhan dan membuat-Nya tersenyum kepada kita sambil berkata : "engkau memang anak yang mengerti akan Aku dan Aku mengasihimu....".
Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.
Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
Kata ayahnya kepadanya: "Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Komentar