SEPATU BOT
“Bapa Uskup pakai sepatu bot ini saja”, kata seorang penjemput. “Sepatu ini siapa punya?” tanya uskup. “Ada seorang teman yang sudah menyiapkan sepatu ini untuk Bapa Uskup”, sahutnya. Sepatu bot itu kemudian saya pakai. Kebetulan sejak dari pastoran saya sudah memakai kaos kaki. Maka tawaran untuk memakai sepatu itu saya terima dengan senang hati. Sepatu bot adalah sepatu karet yang panjang lehernya sampai di bawah lutut / di betis.
Kaki saya merasa nyaman dan aman dengan memakai sepatu bot itu. Saya berjalan selama satu setengah jam dari Temaripim sampai di Pagai dengan tenang. Saya masuk di becek-becek tetapi kaki saya aman. Waktu berjalan di antara papan-papan yang miring, di antara akar-akar pohon saya tidak khawatir bahwa kaki saya akan terantuk, atau mengalami cedera. Sepatu bot itu telah melindungi kaki saya dari rupa-rupa kesulitan selama dalam perjalanan. Halangan-halangan misalnya jalan di becek-becek, atau kena paku atau tersayat rumput-rumput pisau atau akar-akar pohon yang tajam, bisa dihindarkan karena saya memakai sepatu bot yang baik.
Sepatu bot itu dipinjamkan oleh seorang yang tidak saya kenal. Namanyapun tidak sempat saya tanyakan. Tetapi saya telah bertemu orangnya. Dia, seorang bapa yang kira-kira berumur empat puluhan. Meski secara pribadi tidak dikenal, dia telah menyiapkan sepatu itu supaya bisa dipakai oleh Uskup. Atas bantuan itu, Bapa Uskup bisa berjalan dengan aman, dengan kaki yang tidak diganggu atau cedera oleh akar-akar pohon, oleh pecek-pecek atau paku-paku.
Sepatu bot simbol ketulusan hati. Ia adalah juga simbol sebuah kerelaan seorang pribadi yang mau berkorban untuk kenyamanan perjalanan Gembala mereka. Sepatu itu juga merupakan tanda ucapan terimakasih karena Uskup telah melayani mereka, keluarga, umat dalam penerimaan sakramen Krisma beberapa hari sebelumnya. Sepatu yang sama juga merupakan simbol penghargaan atas kehadiran pelayanan Uskup bagi mereka.
Nampaknya sederhana tetapi di balik kerelaan penyerahan itu, mereka juga menghayati bahwa sepatu itu diberikan kepada orang yang hadir di tengah mereka atas nama Tuhan. Mereka melihat dan mengalami bahwa di dalam diri Uskup hadir Tuhan yang memberkati dan memberikan rahmat karunia kepada mereka. Meminjamkan sepatu bagi mereka berarti menerima berkat Tuhan.
Betapa indahnya bahwa mata orang-orang sederhana itu melihat Uskup bukan sebagai manusia biasa , tetapi sebagai utusan Tuhan yang hadir di dunia ini. Maka memberikan sepatu bot untuk dipinjamkan menjadi lambang bahwa dia menyerahkan dirinya sendiri kepada Tuhan sendiri, kepada Tuhan yang ada di dunia, Tuhan yang hadir untuk melayani.
Ketika melihat bahwa orang-orang yang besar jumlahnya mengalami kehadiran Allah secara spontan seorang ibu muda menyerahkan seekor ayam sebagai hadiah kepada Bapak Uskup. Ayam itu ditangkap pada saat itu juga, dan diserahkan secara langsung kepada Uskup sebagai ucapan terima kasih bahwa Uskup telah melayani mereka. Spontanitas itu juga merupakan tanda pengorbanan, kasih, persahabatan yang telah mereka alami. Uskup atas nama Tuhan telah memberikan berkat kepada mereka, dan mereka berterima kasih atas berkat Allah yang telah mereka terima.
Semoga mereka semua mengalami kebahagiaan dan ketenteraman, serta kemurahan-Mu ya Tuhan untuk hari-hari yang akan datang. Hati manusia yang telah diberkati semoga juga tergugah untuk memberkati, untuk menyatakan kebaikan itu secara nyata. Semoga semua dan mereka yang melihat karya-karya nyata Tuhan makin yakin bahwa semakin berani mereka memberi, semakin mereka mengucapkan terima kasih, semakin mereka hidup bahagia dan sejahtera.
Komentar