PERAHU KETINTING DI ARARE








Tanpa kami ketahui sebelumnya, ketika kami muncul di depan pintu utama pastoran Arare tgl 12 Juni sesudah makan siang, ada sebuah perahu katinting yang ditempatkan persis di depan pintu itu. Sementara itu umat yang jumlahnya ratusan sudah siap dengan nyanyian-nyanyian adat mereka berkeliling di sekitar perahu katinting itu sambil bernyanyi dan menari-nari. Dengan iringan dan pukulan-pukulan tifa irama untuk mengiringi nyanyian-nyanyian adat itu mereka sudah sejak jam setengah satu berkumpul di seputar rumah pastor. Mereka sudah mempersiapkan perahu katinting itu dengan rapih dan diam-diam, sebuah tikar digelar di bagian tengah supaya Bapak Uskup dengan rombongan bisa duduk di sana. Mereka memang sudah siap untuk menghantar keberangkatan Uskup untuk kembali ke Kepi.

Saat yang ditunggu-tunggu pun tibalah. Dari depan pintu utama, Uskup dan Vikep dipersilahkan untuk naik ke perahu katinting, kemudian secara bersama-sama perahu itu diangkat dan dipikul oleh puluhan orang laki-laki. Perahu itu diusung dan diarak dari depan pastoran menuju ke pelabuhan dengan penuh sorak sorai, umat bergembira sambil melambaikan tangan, menghantar Uskup dan rombongan menuju ke pelabuhan yang dimaksud. Jarak dari pastoran ke pelabuhan kira-kira hampir 1 kilo meter. Sepanjang jalan mereka menari dan menyanyi-nyanyi sambil diiringi dengan bunyi tifa, luar biasa meriah.

Uskup dan pastor vikep ada di atas perahu yang diusung itu, duduk dengan tenang sambil melambai-lambaikan tangan menyampaikan selamat jalan kepada umat yang tidak bisa turut ke pelabuhan. Setapak demi setapak akhirnya sampailah juga kami di pelabuhan. Ketika sudah sampai di pelabuhan di air, perahu usungan ini berhenti lalu ada seorang umat yang bernama Klemens yang minta kepada Bapa Uskup untuk mendoakan mereka semua umat. Dengan senang hati Bapa Uskup berdoa bersama-sama, doa dimulai dengan Doa Bapa Kami, dan kemudian dilanjutkan dengan doa untuk umat Allah, mereka yang baru saja menerima Krisma di seluruh kampung di wilayah paroki Arare, didoakan juga untuk ketentraman keluarga-keluarga, pembangunan pastoran, pembangunan SD yang sedang dalam proses penyelesaian. Semoga mereka tetap rukun bersatu dalam pembangunan pastoran, SD dan perbaikan-perbaikan rumah, dalam penyelesaian rumah masyarakat juga bisa selesai, kesuburan tanah, hasil yang baik, semoga bisa dicapai untuk kebahagiaan masyarakat Arare.

Mereka menghantar kembali Uskup dan rombongan sebagai pelengkap dari acara penyambutan ketika tanggal 7 Juni 2011 Uskup tiba memberikan sakramen krisma, mereka menyambut dengan sukacita begitu pun ketika Uskup akan kembali mereka menghantar pulang juga dengan sukacita.

Sebuah perahu diusung dan Uskup duduk di atas perahu itu. Ini merupakan wujud nyata pepatah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Sungguh nyata bahwa 2 orang yang ada di dalam perahu itu diusung, beratnya beban dipikul bersama-sama sehingga terasa ringan tetapi juga dalam suasana sukacita. Kegembiraan yang begitu besar itu membuat beban yang mereka pikul tidak terasa berat. Kegembiraan merupakan tenaga, merupakan kekuatan yang besar untuk memikul beban sehingga lalu perahu yang berat itu pun terasa menjadi ringan. Beban yang dipikul secara bersama-sama dengan sukacita justru akan menambah kegembiraan yang makin besar.

Menghantar pulang Uskup dan rombongan selain merupakan ucapan terima kasih juga merupakan tanda persaudaraan yang tulus. Mereka menyatakan ketulusan karena kadang-kadang tidak bisa memberikan uang, buah-buah atau hasil panen lainnya. Mereka justru memberikan diri mereka sendiri, tenaga, sukacita, semangat persaudaraan. Acara menghantar keberangkatan itu menjadi symbol persatuan umat Allah. Menghantar dengan perahu merupakan tanda kegembiraan yang meluap-luap, merupakan sebuah tanda kebersamaan yang terbesar. Kegembiraan mereka itu menyatu dalam wujud perahu yang sedang diusung beramai-ramai, Perahu adalah sebuah wadah (tempat). Di situlah kegembiraan itu mendapatkan tempatnya. Maka ketika mereka melihat perahu, sesungguhnya mereka melihat sebuah kegembiraan yang nyata dan terjadi di hadapan mereka saat itu. Mereka mengalami bahwa hati, sukacita kebersamaan disatukan dalam sebuah wadah, dan sebagai orang beriman mereka menghayati bahwa Yesus Kristus yang hadir dalam diri wakil-wakil-Nya itulah yang mempersatukan hati mereka.

Uskup yang diusung merupakan simbol Yesus yang ada di dalam perahu sedang mempersatukan mereka. Hati manusia, menyatu dengan hati Tuhan, “Aku adalah Allahmu, dan engkau adalah umatku, begitulah kata-kata dalam Perjanjian Lama dirasakan kembali oleh umat beriman yang mengiringi keberangkatan Uskup dan rombongannya. Perjalanan dari pastoran ke pelabuhan dan seterusnya merupakan lambang pula bahwa manusia ini sedang berziarah. Hidup di dunia ini merupakan masa peziarahan dan pada suatu hari peziarahan itu akan berakhir.

Perahu peziarahan yang diangkat itu merupakan symbol / lambing. Tiap-tiap orang sedang berziarah dalam kehidupan di dunia ini untuk menuju ke rumah Bapa. Bersama Bapa itulah kebahagiaan yang sempurna dan abadi akan dialami oleh setiap orang. Tiap-tiap manusia dipanggil untuk bersatu dengan Allah secara sempurna. Segala sesuatu yang dibuat di dunia ini merupakan persiapan menuju ke rumah Bapa. “Apa yang kaulakukan di dunia ini terhadap saudaramu walau sekecil apapun, itu kau lakukan untuk Aku” itulah kata-kata Yesus dalam pengadilan yang terakhir. Apa yang diperbuat di dunia akan dilanjutkan di surga.

Komentar

Postingan Populer