12 ANAK ASRAMA
Asrama Kizito - Kepi sudah lebih dari 10 tahun ditutup. Apa alasan penutupan itu ? Alasan yang paling utama adalah tidak adanya pengasuh / pembina asrama baik. Sudah banyak kali diusahakan perbaikan / penggantian pengasuh, tetapi hasilnya sama saja. Pengasuh lebih sering sibuk dengan keluarganya sendiri, dan membiarkan anak-anak. Maka, anak-anak itu kurang mendapatkan perhatian dan cenderung semaunya sendiri.
Padahal melalui pembinaan di asrama, muncul banyak anak pandai dan cekatan dalam banyak kehidupan ketika mereka telah terlibat di masyarakat. Banyak kaum muda dan pejabat pemerintahan yang mengakui bahwa pembinaan di asarama amat membantu dalam membentuk karakter dan mendorong kinerja mereka. Keuskupan, kevikepan, dekenat dan paroki pun dan wakil-wakil umat pun mengakui bahwa melalui asrama, ada kaderisasi untuk tumbuhnya calon para pemimpin masyarakat pada masa mendatang.
Karena itu, tahun 2010 asrama Kizito dibuka kembali. Para suster dari Tarekat Penyelenggara Ilahi, diminta Keuskupan untuk melayani asrama itu. Suster Yulia PI, menuturkan:
Anak-anak asrama bersekolah di SD St. Yoseph Kepi. Pada sore harinya, mereka dilengkapi dengan berbagai pengetahuan, termasuk budi pekerti. Kami sebagai pengasuh mencoba untuk meningkatkan 3 kecerdasan pada diri anak yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.Pada umumnya, anak-anak ini berasal dari kampung-kampung yang jauh dan dari keluarga yang tidak mampu. Apalagi sering guru-guru tidak ada di tempat, sehingga mereka kurang mendapat pendidikan secara baik di kampung mereka. Ada juga orangtua yang sering lalai menyekolahkan anaknya dengan berbagai alasan.
Setiap harinya anak-anak ini dilatih dengan berbagai hal, mulai dari soal disiplin waktu, belajar, hingga membersihkan areal asrama. Selain itu, anak-anak juga tetap diberikan waktu untuk bermain seperti layaknya anak-anak lain. Mereka bangun Pukul. 05.30, tetapi pada hari-hari tertentu mereka bangun pukul. 05.00, karena mereka harus pergi ke gereja (Arafura News).
Mengapa 12 anak ? Sebenarnya jumlah yang diterima lebih dari 20 anak. Namun, dalam perjalanan waktu, ada yang tidak kerasan karena belum terbiasa hidup di asrama, ada yang "tidak bisa menahan rasa kangen kepada orangtua", dan ada yang sakit sehingga diambil oleh orangtua mereka.
Jumlah 12 itu merupakan jumlah awal (pada tahun pertama), diharapkan pada tahun-tahun berikutnya jumlah itu akan naik. Dalam jumlah yang kecil itu, justru anak-anak mendapatkan perhatian yang amat memadai, lebih dikenal perkembangan kepribadiannya dan mudah dipantau kalau ada yang belum ada di rumah, pada saat yang telah ditentukan.
Agar masa depan di wilayah itu makin berkembang, pembinaan anak sejak di bangku SD saat ini mendapat perhatian utama. Pastor-pastor paroki diminta untuk mengirim anak-anak parokinya untuk dibina di asrama, agar di kemudian hari, mereka bisa mendapatkan kader-kader pembangun masyarakat. Menjadi nyata bahwa perutusan Yesus bukan hanya melayani manusia di seputar altar, tetapi juga "turun ke bumi" kepada kehidupan nyata, yang membutuhkan sentuhan dan pemikiran serta pengorbanan agar mereka kemudian menjadi "terang dan garam" bagi masyarakat mereka sendiri.
Padahal melalui pembinaan di asrama, muncul banyak anak pandai dan cekatan dalam banyak kehidupan ketika mereka telah terlibat di masyarakat. Banyak kaum muda dan pejabat pemerintahan yang mengakui bahwa pembinaan di asarama amat membantu dalam membentuk karakter dan mendorong kinerja mereka. Keuskupan, kevikepan, dekenat dan paroki pun dan wakil-wakil umat pun mengakui bahwa melalui asrama, ada kaderisasi untuk tumbuhnya calon para pemimpin masyarakat pada masa mendatang.
Karena itu, tahun 2010 asrama Kizito dibuka kembali. Para suster dari Tarekat Penyelenggara Ilahi, diminta Keuskupan untuk melayani asrama itu. Suster Yulia PI, menuturkan:
Anak-anak asrama bersekolah di SD St. Yoseph Kepi. Pada sore harinya, mereka dilengkapi dengan berbagai pengetahuan, termasuk budi pekerti. Kami sebagai pengasuh mencoba untuk meningkatkan 3 kecerdasan pada diri anak yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.Pada umumnya, anak-anak ini berasal dari kampung-kampung yang jauh dan dari keluarga yang tidak mampu. Apalagi sering guru-guru tidak ada di tempat, sehingga mereka kurang mendapat pendidikan secara baik di kampung mereka. Ada juga orangtua yang sering lalai menyekolahkan anaknya dengan berbagai alasan.
Setiap harinya anak-anak ini dilatih dengan berbagai hal, mulai dari soal disiplin waktu, belajar, hingga membersihkan areal asrama. Selain itu, anak-anak juga tetap diberikan waktu untuk bermain seperti layaknya anak-anak lain. Mereka bangun Pukul. 05.30, tetapi pada hari-hari tertentu mereka bangun pukul. 05.00, karena mereka harus pergi ke gereja (Arafura News).
Mengapa 12 anak ? Sebenarnya jumlah yang diterima lebih dari 20 anak. Namun, dalam perjalanan waktu, ada yang tidak kerasan karena belum terbiasa hidup di asrama, ada yang "tidak bisa menahan rasa kangen kepada orangtua", dan ada yang sakit sehingga diambil oleh orangtua mereka.
Jumlah 12 itu merupakan jumlah awal (pada tahun pertama), diharapkan pada tahun-tahun berikutnya jumlah itu akan naik. Dalam jumlah yang kecil itu, justru anak-anak mendapatkan perhatian yang amat memadai, lebih dikenal perkembangan kepribadiannya dan mudah dipantau kalau ada yang belum ada di rumah, pada saat yang telah ditentukan.
Agar masa depan di wilayah itu makin berkembang, pembinaan anak sejak di bangku SD saat ini mendapat perhatian utama. Pastor-pastor paroki diminta untuk mengirim anak-anak parokinya untuk dibina di asrama, agar di kemudian hari, mereka bisa mendapatkan kader-kader pembangun masyarakat. Menjadi nyata bahwa perutusan Yesus bukan hanya melayani manusia di seputar altar, tetapi juga "turun ke bumi" kepada kehidupan nyata, yang membutuhkan sentuhan dan pemikiran serta pengorbanan agar mereka kemudian menjadi "terang dan garam" bagi masyarakat mereka sendiri.
Komentar