MENGANTAR ORANG SAKIT
PEMBACA YANG BUDIMAN
SAYA HATURKAN KEPADA ANDA, PENGALAMAN SAYA MENGANTAR
ORANG SAKIT.
Sesudah sekian tahun mendengar, melihat dan mengujungi
orang sakit di rumah sakit, tahun 2020 adalah tahun istimewa. Saya berhasil mengantar seorang rekan yang sakit
ke rumah sakit. Ternyata proses
mengantar orang yang sakit sampai dia berada di kamar perawatan, tidak
sesederhana yang kita pikirkan.
Beginilah yang saya alami:
1. Saya mendengar bahwa A sakit. Saya belum serta merta
bergerak. Ketika saya mendengar informasi itu untuk kedua kalinya, barulah saya
bergerak, dan menengok si sakit, bertanya kepadanya untuk mengetahui bagaimana
keadaannya.
2. Membuatkan minuman yang dibutuhkan, duduk mendengarkan
dan mencarikan obat dll
3. Membujuk dia agar mau memeriksakan keadaannya ke
dokter
4. Mengamati kondisinya, dan memperhatikan tensi, gula
darah, selera makan, “kualitas tidurnya” dll
5. Ketika kondisinya tidak membaik setelah beberapa hari,
dia disarankan / diberi pengertian dan dibujuk agar mau ke rumah sakit
6. “jalan terakhir” adalah sedikit memaksa bahkan memaksa
ybs agar mau ke rumah sakit
Ketika sudah di rumah sakit, ada beberapa tahapan yang
harus diikuti. Pada tahap pertama, tentu yang dilakukan adalah pendaftaran,
urusan administrasi, pemeriksaan, dll….
Ini memakan waktu yang cukup lama. Masih ada beberapa tahapan lain yang harus
dilalui, hingga akhirnya yang bersangkutan bisa masuk ke kamar perawatan.
Ternyata mengantar orang sakit itu tidak mudah. Ada
banyak usaha untuk menciptakan suasana aman dan kepercayaan pada diri pasien
agar mau diajak berobat. Rasa cemas, takut, kesendirian, tetapi juga rasa aku
masih kuat dan masih bisa bertahan, menjadi pergumulan tersendiri. Terlebih lagi, dengan pertimbangan bahwa si
pasien harus segera mendapatkan pertolongan dokter, “mendesak atau memaksa dia”
adalah bagian dari pelayanan.
Syukur kepada Allah, setelah berjuang sekian lama,
akhirnya si pasien mau juga untuk diajak ke rumah sakit. Di sana pun, masih harus ada usaha untuk
meyakin dia bahwa opnam itu jauh lebih baik daripada di rumah, dalam kondisi
sakit seperti yang dialami saat ini. Di kursi
roda pun, dia selalu tertidur. Wajahnya pucat dan untuk jalanpun sempoyongan. Sesudah
pelbagai pertimbangan dan bujukan, si pasian mau juga menjalani rawat inap.
Melayani orang sakit, ternyata butuh kesabaran,
kesetiaan, kebesaran hati, pengertian yang lebih besar daripada pelayanan
kepada orang sehat. Di sana lah orang
yang melayani orang sakit, kelihatan kualitasnya. Melalui peristiwa itu, setiap
orang menunjukkan diri “siapa dia sebenarnya” tanpa topeng.
Komentar