CERITA DARI MOC BAI DAN BAVET - PERBATASAN VIETNAM - KAMBODIA
Kami berempat ( Ry, Ine, Tina dan Niko ), tanggal 8
November 2019, rekreasi ke perbatasan
Vietnam – Kambodia, berangkat naik bis. Wawan juga akan ke sana, namun karena
rumahnya dilalui bis, dia menunggu di dekat rumahnya. Rumah Wawan jaraknya
cukup jauh dari rumah kami, dan kira-kira 1 jam perjalanan dengan mobil, di
luar kota Saigon. Diharapkan 1 jam kemudian kami ketemu dia, sehingga kami
berlima bersama-sama menuju ke perbatasan. Bisnya sudah tua, dan
berhenti-berhenti…. Kami sudah tidak sabar menunggu, namun kemudian bis bergerak dan meninggalkan tempat yang
membosankan itu. Mengapa tempat itu membosankan ? Karena bis ngetem di depan pasar, dan di
sekitar itu ada tempat sampah. Bau sampah itulah yang menyebabkan “sesak napas”
sehingga saya ingin bis segera meninggalkan tempat itu.
Ketika bis baru saja bergerak, Wawan telpon bahwa dia
harus segera ke Saigon, karena ada urusan yang amat penting. Mau tidak mau kami
harus berangkat duluan, dan tidak bersama dia, padahal kami tidak tahu bahasa
Vietnam. Kebersamaan yang direncanakan
sejak kemarin tiba-tiba berubah. Namun, kepergian ke perbatasan tidak berubah.
Bagi kami berempat, tidak ada pilihan lain, kecuali kami jalan terus sehingga
tiba lebih dulu di perbatasan.
Dengan harapan masih bisa sama-sama dengan Wawan yang
tahu bahasa Vietnam, kami menunda untuk melapor ke imigrasi. Kami menunggu
informasi lebih lanjut. Sambil menunggu dia, kami memutuskan untuk makan siang
lebih dulu. Makan seadanya di perbatasan Vietnam ( Moc Bai), dengan bahasa sebisanya.
Syukurlah di hp kami ada aplikasi utuk menterjemahkan bahasa Indonesia ke
bahasa Vietnam. Dengan bantuan alat itu, kami bisa berkomunikasi.
Makan siang sudah selesai, namun Wawan belum juga
datang, padahal hari sudah mulai sore.
Kami menunggu beberapa saat lagi. Tidak lama kemudian, diperoleh
informasi bahwa dia masih dalam perjalanan dan masih harus menunggu lama.
Akhirnya kani memutuskan untuk masuk ke wilayah Kambodia, tanpa dia. Syukurlah semua proses berjalan lancar,
karena tidak ada banyak pelintas batas pada siang itu.
Ada banyak bangunan bagus-bagus di Bavet - di bagian
perbatasan Kambodia. Gedung-gedung apa itu ? Ternyata bangunan-bangunan itu
adalah hotel-hotel mewah sekaligus
tempat untuk bermain kasino (berjudi). Di perbatasan wilayah Vietnam (
Moc Bai) tidak ada gedung-gedung megah itu, namun di Bavet, puluhan hotel mewah
dan tempat kasino berdiri kokoh, bahkan masih ada gedung-gedung yang sedang dibangun.
Kami kemudian dengan bantuan aplikasi terjemahan yang
ada hp, bisa berkomunikasi dengan sopir grab yang berbahasa Khmer. Sewa mobil
per jam 20 USD. Kami menyewa mobil selama 1 jam supaya bisa melihat dari dekat
realita kehidupan di pinggiran kota Bavet itu. Sebetulnya geliat pembangunan
sungguh mengagumkan. Pembangunan
infrastuktur ( jalan raya dan jembatan ) sedang digalakkan. Kota
perbatasan (Bavet) menjadi incaran para pemilik modal. Maka tidak heran, di
wilayah itu perekonomian berkembang lebih cepat. Sedangkan 3 – 4 km dari Bavet,
perkembangannya masih lambat. Ini
kelihatan dari banyak-nya bangunan rumah dari masyarakat petani, yang tidak
bisa bersaing dengan para pemilik modal besar.
Cepat atau lambat para petani ini akan tergusur dan meninggalkan tanah
dan pekerjaan mereka, karena wilayah itu
akan menjadi daerah perdagangan dengan skala besar.
Pas ketika kami tiba kembali dari jalan-jalan di wilayah Kambodia, kami ketemu Wawan di depan kantor Imigrasi Kambodia di Bavet. Dia baru saja tiba di sana, dan mencari kami. Kami tidak bisa berkomunikasi dengan dia, karena ketika masuk wilayah Kambodia, di hp kami tidak ada signal. Mengingat keterbatasan waktu, dan kami semua harus kembali ke Saigon, kami kemudian bersama-sama masuk ke wilayah Vietnam, dengan lebih dulu antre di depan loket Imigrasi Vietnam.
Umumnya makanan dan buah-buahan di sana, sama dengan
buah-buahan dan makanan yang ada di Indonesia. Tentu menunya berbeda. Sayur-sayuran dan buah-buahan tertentu, memang
khas Kambodia / Vietnam dan sulit ditemukan di Indonesia. Nama-namanya juga
sulit untuk diucapkan sehingga tidak dimungkinkan ditulis di sini. Anda yang
kepengin menikmati hidangan khas Kambodia dan Vietnam, bila pas ada rejeki,
silakan berwisata ke sana.
Beda bahasa, beda budaya, beda bangsa dan perbedaan
lainnya tidak menghalangi orang untuk menemui sesama manusia dan bekerja ama
dengan mereka. Sudah ada banyak alat bantu.
Meski demikian, masih tetap ditemukan di banyak tempat, alat bantu itu
sama sekali tidak bisa membantu, tokh manusia tetap bisa berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa symbol ( bahasa tubuh ). Orang-orang yang berbeda bahasa itu
bisa saling memahami dan mengerti karena ada bahasa kasih. Bahasa tubuh adalah
bahasa kasih…..bahasa kejujuran yang keluar dari hati. Di dalam hati manusia
itulah, Allah bekerja secara mengagumkan dan menyatukan umat-Nya.
Komentar