BADAN SAJA BOLEH RENTA
Tanggal 25 September 2019, saya ikut misa di
Basilika st. Bernadette – Lourdes. Dirayakan
kemartiran Kosmas dan Damianus. Itulah
sebabnya, para selebran mengenakan
kasula dan dalmatic berwarna merah. Misa dirayakan oleh 2 imam dan 1 diakon dan
dihadiri oleh banyak umat beriman, dalam bahasa Perancis, ada nyanyian
pembukaan, kyrie dan mazmur tanggapan
oleh seorang awam yang bersuara bagus.
Bacaan Injil dibawakan oleh diakon,
sekaligus memberikan homili. Orangnya masih muda…… saya turut bersyukur bahwa
panggilan untuk menjadi imam tetap ada di Perancis, meski sudah jauh berkurang
jumlahnya daripada 30 – 50 tahun yang silam.
Saya tidak pernah belajar bahasa Perancis sehingga apa yang dibacakan dan
isi homilinya, saya juga tidak mengerti.
Namun, sebelum misa saya sudah lebih dulu membaca
kutipan kitab suci yang menjadi bacaan misa hari ini, sehingga saya membuat
renungan sendiri. Bacaan Injil diambil
dari Lukas 9: 7 – 9 tentang Herodes yang
heran akan munculnya “Orang yang Berkuasa mengadakan mukjizat”, karena menurut
dia, “orang itu ( Yohanes) telah dia bunuh”. Bagaimana mungkin orang itu bisa
hidup kembali ? Dia tidak tahu bahwa “orang
yang berkuasa itu” adalah Jesus.
Apa yang mengesankan saya ? Apakah bacaan Injil hari itu ? saya jawab
tidak. Apakah homili frater diakon
? tidak juga. Apalagi saya tidak tahu
bahasa Perancis. Yang menarik perhatian
saya adalah ketika saya tinggal beberapa meter lagi sampai ke diakon pembagi
komuni kudus. Saya melihat dan memperhatikan
2 pasang suami istri. Mereka semua sudah
opa dan oma. Usianya mungkin sekali
sudah di atas 75 tahun.
Satu pasutri sudah selesai menerima komuni. Sang istri
dengan susah payah hendak kembali ke bangku tempat duduk. Kaki kanannya susah
diangkat, meski hanya beberapa senti saja dari bangku, sedangkan tangan kirinya
dipegangi oleh suaminya. Ketika kedua tangannya memegangi bangku, pelan-pelan
dia bergerak, sambil tetap diperhatikan oleh suaminya yang tetap berada di
sampingnya, sampai sang istri betul-betul duduk dengan sempurna.
Pasangan yang kedua, persis berdiri di depan saya. Mereka
siku dengan siku bergandengan, bagaikan pengantin yang hendak menerima pemberkatan
nikah. Ketika menyambutpun tetap mereka
tidak melepaskan gandengan itu, karena menyambut langsung tubuh Kristus di
lidah mereka. Mereka tetap bergandengan,
sampai tiba di bangku tempat duduk.
Peristiwa dan pemandangan kecil itu sungguh menarik perhatian saya, dan
membuat saya gembira dan bersyukur. Saya
bangga atas kedua pasangan itu. Dan
ketika saya sudah tiba di tempat duduk, saya melihat pasangan lain lagi yang
juga rukun-rukun sampai usia lanjut.
Saya melihat dengan nyata kesaksian-kesaksian hidup “mereka
bukan lagi dua, melainkan satu”. Mereka menunjukkan
keimanan mereka kepada Allah yang telah menyatukan mereka. Dulu mereka bukan
siapa-siapa. Keduanya tidak ada hubungan
darah, mungkin berasal dari daerah /
kota yang berbeda, mungkin ketemu ketika masih sekolah, atau ketika ada
kegiatan Orang Muda Katolik. Mereka
telah disatukan oleh Allah karena kasih.
Badan telah renta, usia telah senja, kekuatan fisik
telah jauh menurun, rambut telah
memutih, kulit memang sudah berkerut-kerut. Kalau begitu, apanya
yang mau dipamerkan ? Juga kebanggaan akan masa muda, kesuksesan
akan hasil panen atau penghasilan bulanan yang besar telah lewat. Apanya yang mau digembar-gemborkan
? Semuanya memang sudah lewat. Mereka seakan-akan sudah tidak beraarti lagi. Namun, saya menyaksikan bahwa yang boleh dibanggakan adalah bahwa
kasih mereka tetap tidak digerus oleh jaman dan tantangan apa pun. Mereka tetap
setia sebagai suami istri.
Mereka
menunjukkan kepada dunia bahwa cinta mereka telah mengatasi segala rintangan
selama hidup mereka. Mereka tetap sehati
sejiwa, dalam suka dan duka, dalam untung dan malang….. hanya Allahlah yang
akan memisahkan mereka. Itulah yang
menggembirakan saya.
Komentar