MENJADI BAHAGIA
Pembaca yang Budiman
Syaloom
Saya tidak ingat
apakah tulisan di bawah ini sudah pernah saya muat di blog saya ini atau belum.
Tidak ingat adalah bagian dari kehidupan manusia. Mengingat bahwa tulisan yang
akan saya muat ini merupakan buah-buah rohani yang baik dan bermanfaat, saya
tuturkan kembali selengkapnya untuk anda.
Tidak ingat membuat
saya merasa menyesal, mengapa hal yang baik ini ditunda atau malah tidak
diteruskan kepada orang lain. Karena itu, ketika saya ingat, tulisan itu saya
bagikan untuk anda. Maka, “hal tidak ingat”
selain merupakan bagian dari hidup, sekaligus juga merupakan gugahan untuk
membuat langkah perbaikan. Langkah
perbaikan itulah yang sekarang saya ambil. Bukti bahwa saya sudah mengambil
langkah adalah saya menampilkan tulisan yang telah saya tunda / saya lupakan
itu untuk anda. Semoga anda mendapatkan manfaatnya juga. Selamat membaca.
*MENJADi MANUSIA
YANG BAHAGIA* buah karya Paus Fransiskus
Alih bahasa oleh
Rm. Ignatius Ismartono, SJ
"Engkau
mungkin memiliki kekurangan, merasa gelisah dan kadangkala hidup tak tenteram,
namun jangan lupa hidupmu adalah sebuah proyek terbesar di dunia ini. Hanya
engkau yang sanggup menjaga agar tidak merosot.
Ada banyak orang
membutuhkanmu, mengagumimu dan mencintaimu.
Aku ingin
mengingatkanmu bahwa menjadi bahagia bukan berarti memiliki langit tanpa badai,
atau jalan tanpa musibah, atau bekerja tanpa merasa letih, ataupun hubungan
tanpa kekecewaan.
Menjadi bahagia
adalah mencari kekuatan untuk memaafkan, mencari harapan dalam perjuangan,
mencari rasa aman di saat ketakutan, mencari kasih di saat perselisihan.
Menjadi bahagia
bukan hanya menyimpan senyum, tetapi juga mengolah kesedihan.
Bukan hanya
mengenang kejayaan, melainkan juga belajar dari kegagalan.
Bukan hanya
bergembira karena menerima tepuk tangan meriah, tetapi juga bergembira meskipun
tak ternama.
Menjadi bahagia
adalah mengakui bahwa hidup ini berharga, meskipun banyak tantangan, salah
paham dan saat-saat krisis.
Menjadi bahagia
bukanlah sebuah takdir, yang tak terelakkan, melainkan sebuah kemenangan bagi
mereka yang mampu menyongsongnya dengan menjadi diri sendiri.
Menjadi bahagia
berarti berhenti memandang diri sebagai korban dari berbagai masalah, melainkan
menjadi pelaku dalam sejarah itu sendiri.
Bukan hanya
menyeberangi padang gurun yang berada diluar diri kita, tapi lebih dari pada itu,
mampu mencari mata air dalam kekeringan batin kita.
Menjadi bahagia
adalah mengucap syukur setiap pagi atas mukjizat kehidupan.
Menjadi bahagia
bukan merasa takut atas perasaan kita. Melainkan bagaimana membawa diri kita.
Untuk menanggungnya dengan berani ketika diri kita ditolak.
Untuk memiliki
rasa mantap ketika dikritik, meskipun kritik itu tidak adil.
Dengan mencium
anak-anak, merawat orang tua, menciptakan saat-saat indah bersama
sahabat-sahabat, meskipun mereka pernah menyakiti kita.
Menjadi bahagia
berarti membiarkan hidup anak yang bebas, bahagia dan sederhana yang ada dalam
diri kita; memiliki kedewasaan untuk mengaku "Saya Salah", &
memiliki keberanian untuk berkata "Maafkan Saya" ...
Memiliki kepekaan
untuk mengutarakan "Aku membutuhkan kamu" ; memiliki kemampuan untuk
berkata "Aku...
Dengan demikian
hidupmu menjadi sebuah taman yang penuh dengan kesempatan untuk menjadi
bahagia.
Di musim semi-mu,
jadilah pecinta keriangan. Di musim dingin-mu, jadilah seorang sahabat kebijaksanaan.
Dan ketika engkau
melakukan kesalahan, mulailah lagi dari awal. Dengan demikian engkau akan lebih
bersemangat dalam menjalankan kehidupan.
Dan engkau akan
mengerti bahwa kebahagiaan bukan berarti memiliki kehidupan yang sempurna,
melainkan menggunakan airmata untuk menyirami toleransi, menggunakan kehilangan
untuk lebih memantabkan kesabaran, kegagalan untuk mengukir ketenangan hati,
penderitaan untuk dijadikan landasan kenikmatan, kesulitan untuk membuka
jendela kecerdasan.
Jangan
menyerah... Jangan berhenti mengasihi orang orang yang engkau cintai.....
Jangan menyerah
untuk menjadi bahagia karena kehidupan adalah sebuah pertunjukan yang
menakjubkan.
Dan engkau adalah
seorang manusia yang luarbiasa!"
*Paus
Fransiskus*
Komentar