BEBERAPA PEMIKIRAN UNTUK PEMERHATI KEHIDUPAN DI MERAUKE

PEMBACA YANG BUDIMAN DAN SETIA ...

Syaloom dan selamat bertemu lagi

Wilayah Timur Indonesia, khususnya Merauke, kurang dikenal oleh banyak putra-putri bangsa Indonesia.  Ada banyak yang baik dan sudah berkembang di sana. Namun, tidak mungkin semuanya dituangkan di dalam tulisan ini.  Beberapa pemikiran yang bisa saya haturkan, saya munculkan di blog ini. Selamat menikmatinya.

1  1. MIFEE

  MIFEE adalah kependekan dari Merauke Integrated Food and Energy Estate  (Merauke Lumbung Terpadu atas Pangan  dan Energi). Istilah ini sudah didengar oleh masyarakat Merauke.  Kedatangan para investor, dan banyaknya utusan / perwakilan dari pihak investor serta instansi-instansi yang terkait dengan rencana / program besar ini sudah lama juga dilihat dan diamati oleh masyarakat. Mereka sudah mengadakan pertemuan dengan masyarakat, ketua Lembaga Masyarakat Adat, atau Kepala Kampung, Ketua Marga dll untuk  “mensosialisasikan” proyek itu.  Istilah yang agak umum dimengerti oleh masyarakat dan saya adalah  Merauke akan dijadikan lumbung pangan dan energi secara terpadu dan berskala nasional. 

2.   PENGERTIAN MASYARAKAT AKAN MIFEE

MIFEE sebagai sebuah istilah baru memang mulai dikenal luas oleh masyarakat Merauke, sejak 7-8 tahun terakhir ini. Pengertian / informasi bahwa akan ada poyek besar untuk mengembangkan Merauke, meningkatkan pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan mempercepat kemajuan daerah, memang dengan mudah dipahami. Bahwa investor akan kerja keras, membuka daerah terpencil, dan membuka lapangan kerja merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan daerah. Bahwa Pemerintah Daerah mengundang investor untuk memasukan wilayahnya, adalah sebuah terobosan / langkah positif yang patut didukung.

Namun, isi dan skala proyek, proses panjang yang harus dilalui oleh investor, hal-hal yang harus diperhitungkan dalam berinvestasi dan menejemen dari investasi yang begitu besar dan moderen ini, adalah bidang yang sama sekali baru. Hal ini tidak mudah untuk dimengerti oleh orang-orang yang tidak terlibat di dalamnya.  Apalagi, bagi masyarakat biasa ( guru-guru, PNS, nelayan, petani, tukang, pegawai toko, penduduk lokal dan para transmigran dll) yang setiap harinya berurusan dengan kehidupan yang sangat alamiah dan seadanya, MIFEE adalah proyek yang di luar jangkauan mereka.

3.   LUAS TANAH YANG DIBUTUHKAN

Masyarakat biasa terlebih yang tinggal di kampung-kampung dan di pedalaman pada umumnya amat terbatas kemampuannya dalam membaca, menghitung dan menulis. Hal ini saya ungkapkan, karena banyak hal dalam kehidupan masyarakat tidak bisa berjalan dengan lancar, akibat dari hambatan yang amat mendasar ini. Hal itu pada gilirannya akan menghambat pembangunan dan perkembangan masyarakat secara signifikan. Di satu sisi, mereka yang sudah lulus perguruan tinggi, pada umumnya lancar dalam membaca dan menulis, namun di sisi lain, kemampuan untuk menghitung yang paling sederhana: + (tambah), - (kurang), : (bagi) dan x (kali), pada banyak anggota masyarakat amat lemah.

Merauke telah dicanangkan sebagai Lumbung Pangan Nasional. Untuk itu, tanah 1 juta hektar disiapkan.  Masyarakat tahu angka 1.000.000 ( satu juta ), namun tanah seluas satu juta, saya amat yakin mereka tidak paham. 

Angka Rp 1 milyar / 3 milyar / 6 milyar, saya yakin mereka tahu atau banyak kali mendengar. Namun, berapa harga sewa tanah per hektar, dan berapa luas lahan yang disewa oleh pihak investor selama 35 tahun, mereka sungguh tidak paham.  Bukan hanya menghitung angka-angka ( +, -, :, x), menulis dengan huruf, angka-angka di atas seratus / seribu (misalnya: seratus lima puluh tujuh / seribu dua ratus tiga puluh empat) mereka bingung. Pernah saya menjumpai banyak anak yang menulis “seratus dua puluh tiga” sebagai berikut: 100203, dan “dua ribu empat ratus dua puluh satu” sebagai berikut : 2000400201.

Banyak kali saya menjumpai orang-orang yang mengalami kesulitan dalam pembagian / membagi, meskipun angka itu bagi saya masih angka kecil ( di bawah angka 100 ). Misalnya: 28 : 4 = ???    30: 6 =  ?? Mereka sulit menghitung hasilnya bila tidak menggunakan kalkulator. Maka, bisa dimengerti, bahwa mereka sungguh sangat kesulitan untuk menghitung, berapa luas lahan ( .... ?? x .....??) yang dipergunakan untuk perkebunan sawit, untuk lahan pangan dll.


4.   KEHIDUPAN MASYARAKAT BERUBAH DRASTIS

Masuknya investor dan perkembangan wilayah, membuat kehidupan penduduk berubah secara drastis. Dulu mereka tidak pernah melihat mobil, traktor, excavator, dum-truck, dan alat-alat berat lainnya. Juga mereka tidak pernah melihat proses pembersihan lahan dengan menggunakan alat-alat berat, banyaknya peralatan dan orang-orang trampil yang mengendalikan seluruh proses pembukaan lahan. Tanki-tanki bbm, kapal-kapal angkutan yang masuk sampai daerah terpencil, bangunan-bangunan baru yang bermunculan, mesin-mesin pabrik yang dalam waktu 1 -2 tahun sudah mulai beroperasi, listrik yang menyala 24 jam, adalah tanda-tanda perubahan yang begitu cepat terjadi di kampung mereka.

Seiring dengan masuknya investor, masuk juga para pedagang, para pencari kerja dan para penyedia jasa lainnya: bank, angkutan umum, pemberi kredit dan tengkulak.  Dengan demikian, kampung kecil yang dulunya tidak pernah diperhitungkan, kini telah menjadi “pusat-pusat orang berkumpul” untuk berdagang, mencari nafkah, dan aneka kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya karena di sana ada investor, angkutan umum dan pasar serta para pedagang yang menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok.

Masyarakat yang dulunya makan sagu dan ubi-ubian, kini sudah terbiasa makan nasi, telur, ikan asin, dan makan-makanan pabrik.  Mereka sudah mengenal dan terbiasa menikmati angkutan umum, sepeda motor, truk perusahaan, sehingga jarang sekali yang jalan kaki. Begitu pula, pakaian, sepatu, tas, sabun mandi, sampo dan model rambut mereka sudah sama dengan orang-orang yang tinggal di kota.  Mereka menjadi semakin tergangung pada barang-barang dari luar, daripada menghasilkan kebutuhan hidup dari kebun / tanah sendiri. Penampilan mereka dan gaya hidup mereka sama dengan orang dari daerah-daerah yang sudah maju, sedangkan mental dan daya juang mereka masih tetap sama (mental masyarakat agraris / kekeluargaan dan bukan masyarakat bisnis/ekonomis dan kompetitif )




5.   ALTERNATIF KEHIDUPAN BAGI MASYARAKAT

Masyarakat lokal adalah masyarakat agraris / tergantung pada alam. Untuk mengubah mental mereka menjadi mental wiraswasta / mandiri dan terprogram dan kompetitif, dibutuhkan kerja keras, pembinaan secara efektif dan berkelanjutan, serta perlu waktu panjang dan biaya besar.  Alternatif / pilihan yang bisa dipikirkan adalah:

·        Umur 45 – ke atas
Disediakan lahan dan hutan yang cukup luas ( 500 hektar ) untuk mereka yang tidak bisa mengikuti perkembangan / industri moderen. Biarlah mereka hidup dalam ketenangan, karena usia mereka sudah 45 tahun ke atas.

·        31 – 44 tahun 
Disiapkan lahan perkebunan. Mereka dibekali ketrampilan dan pelatihan terus-menerus di bidang perkebunan karet, rambutan, durian, menanam pohon dalam jumlah banyak. Untuk keperluan hidup sehari-hari, selama 5 tahun pemerintah memberikan bantuan / jaminan hidup.

·        21 – 30 tahun
Disiapkan lahan perkebunan. Masing-masing menyiapkan lahan 1 hektar. Mereka dibekali ketrampilan pertukangan, perbengkelan, dan dan didorong untuk mempunyai tanaman jangka panjang: pohon jati, sengon, dan tanaman keas lainnya sehingga masa depan mereka makin baik.

·        15 – 20 tahun
Diberi lahan untuk perkebunan masing-masing 1 hektar. Kegiatan mereka pada pagi hari adalah sekolah, dan sesudah pulang sekolah mereka dilatih untuk kerja kebun. Uang hasil kerja kebun, bisa dimanfaatkan untuk membayar uang sekolah.

·        10 – 14 tahun
Mereka dilatih untuk membantu orangtuanya kerja kebun, sesudah pulang sekolah.

·        5-9 tahun
Mereka dibina untuk setia masuk sekolah, agar mampu membaca, menulis dan menghitung dengan baik.


6.   PASAR DAN PEMASARAN

Tidak di semua tempat ada pasar, dan amat kurang orang yang berminat atau mengusahakan agar pemasaran hasil produksi masyarakat bisa dijual dengan harga yang baik. Sering ketika panen, harga dari hasil kebun masyarakat: ubi, pisang, rambutan, beras / gabah amat rendah. Hal ini membuat para petani enggan untuk meneruskan usaha pertanian / perkebunan, karena mereka takut rugi besar. 



7. MENYEDIAKAN PANGAN DAN KEBUN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

Agar masyarakat bisa hidup dan makin mandiri, mereka perlu dilatih untuk menyediakan kebun karet 1 – 2 hektar per keluarga, pangan ( ubi-ubian, pisang, dan sayuran), dan ternak bagi mereka sendiri. Dengan memiliki kebun karet, masyarakat bisa kerja di kebun sendiri dan menyadap karet setiap hari.  Mereka tetap menjadi tuan atas kebun mereka sendiri. Begitu pula pangan dan ternak yang mereka usahakan, membuat mereka akan selalu punya persediaan pangan dan daging yang mereka perlukan untuk kebutuhan sehari-hari.

Agar mereka bisa memiliki kebun, pangan dan ternak secara mandiri, memang perlu diprogramkan, dibina dan dipandu secara berkelanjutan dan untuk waktu yang cukup lama. Sebelum karet dan tanaman pangan mereka menghasilkan, Pemerintah dan pihak investor perlu menbantu mereka agar makin lama, mereka makin mandiri.


Demikian beberapa catatan saya tentang kehidupan dan pemikiran tentang langkah-langkah yang harus dibuat agar masyarakat pemilik tanah bisa mandiri dan tidak terus-menerus tergantung pada pihak lain. Kemandirian mereka akan membuat mereka hidup tenang, dan pihak lain pun akan dapat bekerja dengan tenang.  Untuk itu, perlu semua pihak duduk bersama, berunding untuk memikirkan kehidupan masyarakat dan pembangunan yang dicanangkan pemerintah, dengan melibatkan semua pihak yang ada di wilayah ini.                                                                                     

Komentar

Postingan Populer