SAMBUTAN USKUP PADA PEMBUKAAN SINODE 2016
PEMBACA YANG BUDIMAN
Keuskupan Agung Merauke, menyelanggarakan Sinode tanggal 9 – 16 Oktober dengan Tema: “Keluarga
Katolik Keuskupan Agung Merauke yang Terlibat dan Murah Hati”. Peserta yang
hadir 222 orang, yang disiapkan oleh Panitia dan dipandu oleh Tim Pengarah
dengan kekuatan 40 0rang. Mereka adalah wakil-wakil umat yang datang dari
seluruh penjuru keuskupan, wakil-wakil lembaga, dan mitra kerja serta
pemerintah. Pada saat pembukaan, hadir 2 orang Bupati: Bpk Freddy Gebze (Bupati Merauke) dan Bpk Benny Tambonop ( Bupati Boven Digul ).
Sinode
keuskupabn telah dipersiapkan selama 1 tahun, dengan diselenggarakannya
Pra-Sinode Keuskupan tanggal 4 – 10 Oktober 2015 dengan tema: Keluarga Katolik
Keuskupan Agung Merauke: realitas dan persoalan. Pada kesempatan itu, dicari
dan didalami realitas, dan persoalan yang dialami oleh keluarga-keluarga,
sehingga ada kekuatan yang ditemukan dari tengah-tengah keluarga sendiri, untuk
dipergunakan dalam rangka mengatasi persoalan yang mereka hadapi.
Kata pembukaan
sinode ini, saya awali dengan doa persiapan sinode yang didaraskan sesudah
komuni di setiap paroki, setelah umat menyambut komuni. Inilah sebagian dari doa itu:
Allah
Bapa kami, Engkau telah mengutus Yesus Putera-Mu terkasih untuk mewartakan
sukacita Injil kepada kami, dan mengangkat kami menjadi anak-anak-Mu serta
menyatukan kami dalam satu keluarga ilahi-Mu.
Putera-Mu
hadir di tengah keluarga Nazareth untuk menguduskan keluarga manusiawi itu. Ia
tinggal di dalam keluarga itu untuk mendengarkan kehendak ilahi-Mu, mengajarkan
kasih, sikap saling menghormati, dan bekerja sama, serta menyalakan lilin
pengharapan dalam kegelapan dunia ini. Ia menetapkan keluarga kami menjadi
Gereja rumah tangga, dan menjadi Injil yang hidup bagi dunia dalam semangat
cinta dan sukacita.
Curahkanlah
Roh Kudus-Mu untuk membimbing sinode Keuskupan kami, agar melalui sidang Agung
ini, keluarga-keluarga katolik semakin terdorong untuk menghayati panggilan dan
perutusan dalam hidup perkawinan yang telah mereka ikrarkan dan semakin mengalami
keindahan hidup berkeluarga. Ajarlah keluarga-keluarga kami untuk hidup bijak
dalam menghadapi setiap tantangan dan situati zaman ini. Buatlah keluarga kami
semakin mampu menjadi saksi hidup injil-Mu sekaligus tempat penghiburan dan
penyembuhan bagi mereka yang menderita kesulitan hidup.
Di dalam
keluarga, semua anggota keluarga
mengalami: 1) pendidikan karakter, 2) teladan kehidupan yang diberikan kedua
orangtua, 3) anak-anak dilatih untuk menjadi sabar, setia, tabah, kejujuran,
dan kerendahan 4) arti “kasih” dan
“pengorbanan”, 5) pengenalan bidang sosial, ekonomi, budaya, kesehatan,
keamanan dll, 6) Tuhan, kehadiran, anugerah-anugerah-Nya dan mengucap syukur
kepada-Nya. Masing-masing mengajar dan
belajar untuk mencapai kehidupan yang semakin membahagiakan. Betapa pentingnya
arti dan peran keluarga dalam kehidupan setiap manusia. Itulah sebabnya, keluarga
adalah sekolah pertama dan utama, dan tetap juga bahwa keluarga disebut sel
masyarakat
Di tengah
perkembangan jaman dan tuntutan kehidupan moderen, serta aturan pemerintah yang
harus diikuti ada banyak hal yang amat mempengaruhi kehidupan keluarga. Di
mana-mana kita dengan mudah menemukan keluarga yang menghadapi situasi sbb:
-
Punya 2 orang anak karena alasan uang mereka tidak
cukup untuk membeli sandang, pangan dan papan. Biaya hidup mahal, harga rumah
makin tidak terjangkau, dan biaya pendidikan juga mahal. Tambah anak berarti
tambah beban karena biaya hidup makin
mahal dan mereka makin tidak sanggup untuk membayar kebutuhan hidup dan
keperluan sekolah
-
Anak dilatih dan disiapkan supaya bisa kerja /
memenuhi tuntutan atau permintaan pasar (sebagai pekerja = pengikut ) bukan
motivator
-
Anggota keluarga ( di rumah sebagai bapa, ibu,
kakak, adik, om atau tanta, anak ) masuk dalam irama di tempat kerja: di
kantor, perusahaan, dll dengan tuntutan
7 - 8 jam sehari, yang sering tidak disapa / dibiarkan seharian di tempat
kerjanya
-
Lebih lama waktunya, tenaganya, kesegaran fisik,
kekuatan spiritnya diberikan kepada orang lain di tempat kerja daripada kepada
istri dan anak-anaknya. Waktu ada di rumah, mereka sudah capek.
-
Mereka lebih sering dipandang sebagai “tenaga
kerja” bukan sebagai manusia yang sedang mengembangkan diri melalui bidang yang
dipercayakan kepadanya.
-
Iklim kerja yang sering dialami adalah persaingan,
kurang mendapat informasi, kurang dilibatkan dalam tim kerja, individual,
disuruh mengerjakan sesuatu tanpa tahu hasilnya untuk apa. Pengalaman-pengalaman
ini diterapkan ketika mereka berhadapan dengan suami / istri dan anak-anak di
rumah.
Di banyak
tempat bisa dengan mudah ditemukan bahwa ada banyak keluarga yang hidupnya
pas-pasan, atau malah kekurangan untuk membiayai keperluan keluarga. Mereka
juga dibanjiri oleh pelbagai tawaran dan kemudahan lewat pelbagai cara. Tidak
jarang kita dengar bahwa anggota keluarga dituntut untuk memenuhi banyak
persyaratan yang diberlakukan secara merata kepada semua pihak yang mau masuk
sekolah, mendapatkan pelayanan kesehatan, melamar kerja dll. Mereka tinggal di
daerah terpencil, kurang / tidak ada sarana dan prasarana, sehingga tertinggal
dan sulit untuk keluar dari situasi ketidakberdayaan. Juga mereka kurang
pembinaan, pelatihan dan bantuan untuk pengembangan diri dan pengembangan
masyarakat.
Meskipun
demikian, kita temukan juga bahwa masih jauh lebih banyak keluarga yang setia
sampai mati daripada keluarga yang bercerai. Dengan segala keterbatasannya,
orangtua tetap menanamkan nilai-nilai dan memberikan teladan kepada anak-anak
mereka. Ada banyak anak muda yang tetap hidup saleh, dan tahu bekerja keras
serta melindungi keluarga mereka. Masih jauh lebih banyak kaum muda yang bebas
dari jeratan narkoba, tidak ikut berjudi, tidak terlibat miras dan tindak kekerasan.
Tujuan
hidup berkeluarga: 1) Kebahagiaan hidup suami istri. Suami / istri adalah
pasangan hidup yang bertekad untuk saling membahagiakan, menguduskan dan
menyempurnakan. 2) Kebahagiaan hidup bapa, ibu dan anak-anak. Kebahagiaan
mereka dilengkapi dengan kehadiran anak-anak yang merupakan buah kasih mereka.
Kelahiran anak-anak mereka rencanakan dan mereka kehendaki. Mereka menjadi
penerus-penerus yang menghadirkan anak-anak Allah. 3) Kebahagiaan hidup bersama
dengan lingkungan dan masyarakat. Peran mereka sebagai garam dan terang dunia
bagi masyarakat sungguh-sungguh dibutuhkan. 4) Kebahagiaan hidup sebagai umat
beragama. Keluarga-keluarga adalah kekuatan besar untuk mewujudkan persekutuan
umat Allah, dan ambil bagian dalam kerukunan antar umat beragama. 5) Mereka
hadir di dunia ini, juga turut mencetak sejarah kehidupan, dan 6) sesuai dengan
talenta yang mereka miliki, mereka juga membangun kerajaan Allah.
Patut
disadari pula bahwa peran suami istri itu penting dan setara. Masing-masing
dengan talentanya membagikan harta surgawi bagi keluarga dan masyarakat dalam suasana dialog dengan pasangannya. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan
monogam. Hati, pikiran, jiwa dan semangat mereka utuh dan bulat bagi pasangan
dan anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka. Perkawinan itu bukan
kontrak, bagaikan kontrak kerja antara pegawai dan majikan, antara pemberi
kerja dan kontraktor, dengan batasan waktu tertentu. Perkawinan adalah perjanjian
2 pribadi untuk saling mencintai untuk seumur hidup, dengan menanggung bersama
segala resiko yang dihadapi baik dalam suka maupun duka. Perkawinan orang-orang
yang dibaptis itu sakramental. Perkawinan mereka disatukan, dikuduskan oleh
Allah dan menjadi tanda nyata kasih dan anugerah Allah kepada manusia. Allah
mengutus dan memilih mereka untuk mewujudkan kebaikan, kesetiaan, dan kemurahan
hati-Nya kepada sesamanya. Karena itu, perkawinan yang telah disiapkan dengan baik, tanpa halangan apa pun, diteguhkan
secara katolik oleh pejabat yang sah, dan telah dimahkotai hubungan intim,
tidak dapat diceraikan.
Moga-moga
melalui sinode ini, nilai-nilai yang ditemukan kembali menjadi sumber
kegembiraan bagi keluarga-keluarga untuk tetap setia kepada pasangannya. Keluarga-keluarga juga makin yakin bahwa
mereka adalah utusan-utusan Allah untuk meluaskan kerajaan Allah melalui
kelahiran anak-anak, pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat. Sinode ini
juga memberikan harapan kepada pasangan-pasangan yang mengalami kesulitan /
persoalan di dalam keluarga bahwa mereka tetap dicintai Allah dan tetap ada
dalam persekutuan umat Allah. Kepada
mereka diberitahukan dan ditawarkan jalan keluar supaya kebahagiaan hidup juga
bisa mereka alami.
Semangat
dan jiwa dari sinode Kame ini adalah semangat dialog, persaudaraan, kerukunan
dan perdamaian, serta semangat untuk saling menghormati dan menghargai.
Kekurangan, keterbatasan dan kelemahan
yang ada justru dapat menjadi alasan untuk meningkatkan kualitas dan komunikasi
baik secara pribadi, unit atau lembaga, komunitas, lingkungan dan tempat kerja
kita.
Semoga
seperti yang diharapkan melalui doa menjelang sinode, setelah menemukan
nilai-nilai penting dalam kehidupan keluarga, keluarga-keluarga katolik
terdorong untuk menghayati panggilan dan perutusan dalam hidup perkawinan yang
telah mereka ikrarkan dan semakin mengalami keindahan hidup berkeluarga. Semoga
mereka hidup bijak dalam menghadapi setiap tantangan dan situati zaman ini.
Semoga banyak keluarga semakin mampu menjadi saksi hidup injil Kristus
sekaligus tempat penghiburan dan penyembuhan bagi mereka yang menderita
kesulitan hidup, dan menjadi lilin yang bercahaya di tengah kegelapan.
Komentar