TANAH MERAH 15 JULI 2015
Bulan Agustus telah kita masuki.
Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, dan dengan kerendahan hati saya mohon
maaf, karena pada bulan Juli 15, tidak ada 1 tulisan pun yang muncul di hadapan
anda. Hari ini, ada 1 pengalaman kecil
untuk anda, meski peristiwanya telah terjadi kurang lebih 1 bulan yang lalu.
Selamat membaca.....dan mendapat inspirasi di dalamnya.
Sejak pagi umat
berbondong-bondong menuju ke Kilo Enam.
Kilo Enam adalah nama tempat yang jaraknya 6 kilo meter dari pusat kota
Tanah Merah. Ada yang jalan kaki, naik
sepeda motor, naik truk atau bis, atau pun naik mobil pribadi. Di halaman yang amat luas itu ( 3000 M2 )
telah parkir kendaraan-kendaraan bermotor. Juga di jalan utama menuju ke
gereja, umat telah banyak sekali yang berkumpul di sana.
Tanah Merah adalah ibukota
kabupaten Boven Digoel. Jaraknya kira-kira 400 km dari kota Merauke. Untuk bisa
sampai ke sana, ada beberapa pilihan. Bila menggunakan kendaraan bermotor,
diperlukan waktu 8 – 10 jam. Biaya mobil penumpang umum Rp. 600.000 per orang.
Bila naik pesawat, diperlukan waktu 1 jam 5 menit, dengan biaya Rp. 1.200.000
per orang. Sedangkan bila naik kapal, biayanya Rp. 300.000 ,- penumpang harus
lewat laut Arafura, kemudian menyusur sungai Digoel yang panjang itu, dengan
lama perjalanan 4 hari.
Pada hari itu, minggu 5 Juli
2015, ada pemberkatan gereja baru.
Gereja baru itu pembangunannya dimulai 6 tahun yang lalu, dan sempat
tertunda-tunda selama sekian tahun.
Pembangunan gereja itu diprakarsai oleh Bpk Yuzak Yaluwo, yang ketika
itu menjabat Bupati Boven Digul. Pemda
Kabupaten Boven Digul memang memberikan andil besar dalam pembangunan gereja
besar di sana. Daya tampungnya besar sekali. 1800 tempat duduk tersedia bagi
umat, bahkan bila ditambah dengan kursi-kursi kapasitasnya bisa mencapai 2.000.
P Sukiswadi MSC, pastor paroki
Tanah Merah pada waktu itu, dan Dewan Paroki turut berperan besar dalam
mengawal dan menyelesaikan pembangunan yang telah tertunda sekian lama. Dalam
kerja sama dengan banyak pihak, dan mengusahakan material langsung dari
Surabaya, proses pembangunannya menjadi lebih cepat. Material yang harus didatangkan dari
tempat-tempat lain dengan bantuan pihak PT Korindo, dan para pengusaha lainnya
menjadi lebih mudah dan cepat. Tukang-tukang juga didatangkan dari jauh, sehingga
mereka dapat lebih mencurahkan tenaga dan waktu untuk menyelesaikan bangunan
besar itu, karena mereka selalu ada di tempat.
Gereja baru dan megah itu
mengambil nama pelindung TRITUNGGAL MAHAKUDUS. Allah Bapa Sang Pencipta, Allah Putra Penebus
Dunia dan Roh Kudus Sang Pembaharu menjadi Sumber hidup, sumber inspirasi dan
kekuatan umat, dalam menata kehidupan pribadi bersama keluarga dan masyarakat,
agar semuanya bersatu seperti TRITUNGGAL adalah satu. Dengan perlindungan Allah Tritunggal ini,
umat Allah berharap menjadi kudus seperti Dia kudus adanya. Nama Tritunggal diserukan
dan diwartakan, sekaligus Sumber dan Pendorong agar mereka menjadi saksi
Kristus yang setia, dan menjadi pejuang-pejuang kehidupan yang cinta damai,
memelihara kerukunan bagi rakyat banyak, serta melestarikan alam ciptaan.
Dari luar memang tampak
sederhana, namun di dalamnya nampak kemegahannya. Bila anda memandang ke arah salib utama, di
sebelah kiri salib itu, ada gambar Yesus Gembala Yang Baik dan di sebelah kanan
ada gambar Yesus yang telah bangkit naik ke Surga. Dua gambar kudus itu hendak menunjukkan kepada
sekalian orang bahwa Yesus yang tersalib itu adalah Utusan Allah yang berkenan
menjadi Manusia. Sebagai Manusia, Dia bersikap dan bertindak sebagai Gembala
yang Baik untuk menghantar umat-Nya kepada kemuliaan surgawi, dengan melalui
jalan salib. Bersama Dia, salib yang
menakutkan itu menjadi jalan keselamatan.
Hiasan seputar altar meski tidak
hingar bingar, namun tampak indah dan menawan. Di tampakkan di sana, Tubuh Kristus
dalam rupa hostia yang berwarna kemerah-merahan, dan Darah Tuhan di dalam
piala, yang siap diberikan kepada domba-domba yang haus dan lapar akan “makanan
rohani”. Di altar itu, dihadirkan Tubuh dan
Darah Tuhan, yang siap diberikan kepada mereka yang hadir dan datang
kepada-Nya.
Gedung gereja baru memang besar dan megah. Tentu semua umat beriman (baik yang katolik maupun non katolik) yang hadir pada kesempatan itu bahagia dan bersyukur. Namun yang lebih utama bukanlah gedungnya. Yang lebih utama adalah orang-orangnya (umat beriman yang tiap kali menggunakan gedung itu untuk beribadah). Gedung gereja yang baru dan megah itu merupakan undangan untuk tetap ingat akan Allah pencipta, dan meneruskan “berkat yang mereka terima kepada orang lain . Kesaksian hidup di tengah-tengah masyarakat yang diberkati dan buah-buah pelayanan dan pengorbanan yang diberikan kepada orang banyak itulah yang akan membawa keagungan dan kemuliaan martabat manusia.
Komentar