FRATERNITAS, DASAR DAN JALAN MENUJU DAMAI

PEMBACA BLOG YANG BUDIMAN
SYALOOM....
Saya menyapa anda dan mengucapkan Selamat Natal 2013, dan Selamat Tahun Baru 2014. Dengan keyakinan akan kasih Allah yang kita terima pada tahun 2013, kita berani melangkah maju pada tahun 2014 ini.  Inilah tulisan saya sekaligus sapaan saya pada awal ini, yang saya ambil dari “pesan Bapa Suci Fransiskus” pada HARI PERDAMAIAN SEDUNIA tanggal 1 Januari 2014. Pesan beliau saya terjemahkan secara sederhana, agar mudah dimengerti oleh anda sekalian, dan saya bawakan dalam homili pada misa tahun baru, tanggal 1 Januari 2014.
 
FRATERNITAS, DASAR DAN JALAN MENUJU DAMAI
Dalam surat pertama saya pada hari Perdamaian Sedunia ini, I sungguh berharap bahwa anda semuanya hidup dalam kegembiraan dan penuh pengharapan. Di dalam diri semua orang, ada kerinduan untuk mendapat kepenuhan hidup, termasuk kerinduan untuk ‘hidup dalam persaudaraan” yang mendorong kita untuk bersaudara dengan sesama, dan memungkinkan kita melihat mereka sebagai saudara, dan bukan sebagai musuh atau saingan.
Fraternitas adalah kualitas kemanusiaan yang mendasar, karena kita adalah makhluk yang hidup dalam relasi dengan orang lain. Kesadaran akan keterikatan kita dengan sesama, membantu kita untuk memperhatikan dan memperlakukan mereka sebagai saudara dan saudari. Tanpa fraternitas kita tidak mungkin membangun masyarakat, dan perdamaian yang kokoh dan abadi. Kita sebaiknya tetap ingat bahwa fraternitas pertama-tama dipelajari di dalam keluarga, di dalam keluarga masing-mnasing anggota turut berperan, namun pertama-tama bapa dan ibu. Keluarga adalah sumber utama dari seua fraternitas, dan karena itu fraternitas adalah dasar dan jalan masuk menuju perdamaian, dan karena itu pula fraternitas mendorong orang untuk mengasihi masyarakat sekitarnya.
Perkembangan dan keterkaitan dalam dunia komunikasi sekarang ini, membuat kita sadar akan kesatuan dan tujnuan bersama sebagai bangsa. Dalam sejarah yang dinamis ini, dan di dalam perbedaan kelompok-kelompok etnis, masyarakat, budaya, kita melihat bibit panggilan untuk membangun komunitas yang beranggotakan saudara-saudari yang menerima dan memperhatikan satu sama lain. Namun panggilan ini sering disangkal dan disingkirkan oleh dunia yang dikuasai oleh sikap masa bodoh pada sesamanya sehingga tidak peduli pada penderitaan orang lain, dan terkurung pada diri sendiri.
Di banyak tempat terjadi pelanggaran terhadap hak azasi, khysusnya hak untuk hidup dan hak  kebebasan beragama. Perdagangan manusia yang telah menodai dan merusakkan kehidupan manusia, merupakan sebuah contoh atas pelanggaran ini. Konflik antar kelompok bersenjata tetapi juga konflik negara-negara besar di bidang ekonomi dan keuangan, adalah contoh-contoh kejahatan yang telah merusakkan kehidupan, keluarga dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. 
Telah nyata juga bahwa (sistem) etika jaman ini, tidak mampu melahirkan ikatan fraternitas, karena fraternita yang mendorong manusia ke arah Allah Bapa sebagai fondasi dasar, tidak dapat dipenuhi. Persaudaraan yang benar antar manusia menuntut suatu “Kebapaan yang transenden” (kebapaan yang bersumber, dijiwai dan dihidupkan oleh ke-Bapa-an Allah). Berdasarkan pada “kebapaan Allah ini”, fraternitas manusia diteguhkan: setiap orang menjadi sesama yang peduli pada yang lain.
Siapakah sesamaku
Untuk mengerti lebih jelas, panggilan kepada “fraternitas”, baiklah kita memahaminya menurut pengetahuan yang ditunjukkan oleh Allah sendiri sesuai dengan rencana-Nya. Menurut KS manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Allah yang sama juga menciptakan Kain dan Abel. Di dalam cerita tentang keluaga awal ini, kita melihat kelompok awal dan evolusi relasi antara keluarga dan masyarakat.
Abel adalah gembala domba. Kain adalah petani. Mereka dimeteraikan dan dipanggil untuk menjadi “saudara” bagi yang lain, meski keduanya  beda pekerjaan, budaya dan beda juga dalam mengabdi/ melayani Tuhan dan sesama serta alam semesta. Pembunuhan yang dilakukan Kain atas diri Abel, merupakan penyangkalan panggilan “menjadi saudara bagi sesamanya”.  Tindakan itu amat menyulitkan manusia untuk menjadi saudara dan memperhatikan sesamanya. Kain tidak bisa menerima bahwa Tuhan berkenan pada persembahan Abel”, sedangkan persembahan Kain ditolak. Kain membunuh karena iri hati.  Ketika Kain ditanya : di mana Abel, saudaramu ?  Kain menjawab: Saya tidak tahu. Apakah saya ini penjaga saudara saya ?   Kitab Kejadian mencatat bahwa “ Kain melarikan diri dari hadirat Allah”.
Kita perlu bertanya, apa alasan yang menyebabkan Kain memutuskan ikatan fraternitas dan ikatan timbalbalik dan persaudaraan yang menyatukan dia dengan Abel, saudaranya ?  Ternyata “keterikatan dengan dosa” itulah yang menjadi penyebabnya. Kain menolak untuk melepaskan ikatan dosa, dan dengan tindakan ini, dia menolak rencana Allah. Tindakan ini berarti pula bahwa Kain menolak panggilan sebagai anak Allah dan menolak hidup sebagai saudara. Kisah Kain dan Abel memberikan gambaran yang jelas tentang panggilan menuju fraternitas dan penyangkalan atas panggilan itu.
Kamu semua adalah saudara
Ada suaatu pertanyaan: Dapatkan manusia – laki-laki dan perempuan – menjawab secara penuh kerinduan mereka untuk menjadi saudara yang telah ditanamkan oleh Allah Bapa di dalam hati mereka. Akankahmereka berusaha dengan kekuatan yang telah diberikan Allah, mengalahkan sikap masa bodoh, egoisme, kebencian dan menerima perbedaan mereka sebagai  saudara-saudarinya ?
Jawabannya ditemukan dalam Sabda Yesus: “ Kamu hanya punya satu Baoa, dan kamu semua adalah saudara”. Dasar fraternitas ditemukan dalam “kebapaan Allah”.  Kita tidak bicara tentang kebapaan fisik, tetapi yang khas dan yang sangat luar biasa tentang kasih pribadi Allah kepada setiap orang, laki-laki dan perempuan. Kasih Allah menjadi sarana perubahan dan pembaharuan hidup kita dan relasi kita kepada sesama, dan membuka kepada solidaritas dan pengurbanan diri yang sejati.
Dalam arti yang amat khusus, fraternitas manusia lahir di dalam dan oleh Jesus Kristus, melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Salib adalah tempat sentral dari fraternitas, salib tidak mungkin dilahirkan oleh manusia. Kristus yang kematiannya menunjukkan cinta kasih Allah, menjadi prinsip dalsar dan utama bagi kita semua. Dalam Kristus, kita dipanggil untuk menjadi saudara dan saudari.
Bersambung

Komentar

Postingan Populer