GEREJA RAJA DAMAI NASEM DIBERKATI

NASEM adalah nama sebuah stasi / kampung yang jaraknya kira-kira 25 km dari Merauke. Sebagian jalan cukup bagus dan layak untuk dilalui, sebagian lain cukup parah dan berlumpur. Apalagi saat ini adalah musim hujan, di ruas jalan yang berlumpur itu, perjalanan menjadi lebih berat. Kubangan dan lubang-lubang besar terdapat di beberapa titik. Kubangan itu penuh air dan bisa mencapai selutut. Meski demikian, situasi itu tidak menyurutkan niat kami untuk mengadakan pelayanan bagi umat di Nasem.

Bertepatan dengan pesta Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, 17 Mei 2012, umat dari pusat paroki Buti - Merauke dipimpin oleh Pastor Yakob, bergerak menuju Nasem. Ada 3 kendaraan yang menuju ke sana, semuanya sarat dengan penumpang. 1 truk milik tentara, 1 mobil hardtop dan 1 mobil pick-up Strada berangkat dari Merauke sekitar jam 10.10 pagi. Diperkirakan sebelum jam 12 kami sudah tiba di sana, karena menurut rencana upacara peresmian dan pemberkatan gereja akan dimulai jam 12. 00 siang.

Di km 21, kami bertemu dengan rombongan Bapak Sekda Merauke yang hendak membatalkan rencananya, karena tidak melihat kemungkinan untuk melanjutkan perjalanan. Beliau katakan bahwa ada kendaraan yang melintang di jembatan. Ketika kami katakan, kita akan jalan terus, beliau berbalik arah kembali dan bersama-sama dengan rombongan kami. Mobil beliau lebih kokoh dan masih baru sehingga kalau terjadi apa-apa di jalan, mobil itu bisa menarik / menggandeng mobil lain yang lebih kecil.

Ketika kami sudah hampir mendekati kampung yang dituju, di km 22 ada jalan yang putus. Jembatan yang menghubungkan kedua sisi sudah lama tidak ada. Kendaraan umum dan mobil pribadi maupun motor harus menyeberang untuk sampai ke tempat tujuan. Ketika musim panas, hal itu tidak menjadi persoalan besar. Namun, saat ini ketika air rawa amat tinggi, air di bagian itu pun cukup tinggi dan arusnya deras. Kendaraan dan manusia dengan susah payah menyeberangi "sungai itu" ....syukurlah airnya hanya sebatas pinggang orang dewasa.

Pada waktu itu, di jalan yang putus itu, ada sebuah mobil milik dinas kehutanan yang terjebak di air dan tidak bisa keluar lagi. Mesinnya mati. Mobil itu berhasil ditarik sehingga tidak menghalangi perjalanan kendaraan lain yang akan lewat. Kini giliran mobil kami yang akan lewat di situ. Satu....dua...tiga.....mobil hartop kami berhasil menyeberang. Kami semua gembira. Kemudian truk ancang-ancang untuk menyeberang. Satu .....dua....tiga......."byuurrrr"......dan greggg.....truk tidak mampu naik dan bagian depan truk "duduk manis di sungai". Mesin tetap hidup. Syukurlah truk itu cukup tinggi, sehingga tidak kemasukan air. Kami berusaha untuk membantu truk tersebut agar segera keluar..... Mobil strada kami berusaha untuk menolong, dengan menariknya ke belakang tetapi truk yang malang itu..... tetap tidak bergerak. Dia terlalu berat.





Adri (sopir hardtop) mencoba menempatkan bongkah semen supaya truk bisa naik, tetapi gagal.
Bibir jembatan itu ternyata cukup tinggi dan tidak mungkin dinaiki truk.



Kami mencari bantuan mobil-mobil lain ke kota. Dengan menumpang mobil bapak Sekda, saya mencari bantuan di tempat-tempat terdekat.  Rekan-rekan kami, saya telepon dan mereka menyanggupi untuk menolong. Mobil mereka segera diluncurkan. Saya masih mencari bantuan untuk mendapatkan tali panjang agar bisa bersama-sama menarik truk itu keluar dari sungai. Ketika mobil bantuan sampai, ternyata ada juga mobil-mobil penumpang umum yang datang dan akan melewati jalan itu. Mereka bersama-sama menarik truk dan..... "akhirnya mereka berhasil mengeluarkan truk dari daerah sulit itu. Karena sopir-sopir itu sudah biasa lewat di sana, mereka dengan mudah dan lincah menyeberangkan mobil-mobil HILINE mereka ke seberang. Sungguh mengagumkan keberanian dan kelincahan mereka.

Ketika truk itu masih melintang di sungai, semua penumpang satu per satu "merayap sambil berpegangan di badan truk" supaya bisa sampai ke seberang. Maklum air sungai itu dalamnya sepinggang, dan arusnya deras. Kami berhasil menyeberang dengan aman dan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan dengan berjalan kaki. Karena mencari bantuan, saya termasuk rombongan terakhir yang sampai di tempat tujuan.

Begitu tiba di tempat tujuan, kami disambut oleh rombongan penerima tamu di pintu gerbang. Tiba-tiba hujan lebat turun. Upacara adat Marind, tetap dilanjutkan. Kami mendapat pengalungan bunga dalam guyuran hujan.



Mgr. Niko bersama bpk Daniel Pauta (Sekda) ketika mendapat pengalungan bunga.


Kami semua basah.... kemudian ada perarakan menuju ke gereja. Anak-anak juga turut menyambut kami ...dengan membawa lingkaran berbentuk perahu. Lingkaran dalam bentuk perahu itu merupakan lambang bahwa kami sedang naik perahu bersama Yesus menuju ke tempat yang dituju.

Upacara yang sedianya dilaksanakan jam 12, terpaksa mundur dan baru dilaksanakan jam 14.30.  Dalam keadaan agak basah, dan setelah persiapan-persiapan sudah selesai, upacara dilaksanakan. Umat semua bersukacita atas gereja baru dan atas berkat Tuhan yang mereka terima pada hari Kenaikan Tuhan. Umat dari desa-desa sekitar juga hadir untuk ikut bergembira. Gereja dengan daya tampung 300 orang itu tidak bisa memuat umat Allah yang ketika itu berjumlah sekitar 600 - 700 orang.

Dalam homili Mgr Niko menyampaikan bahwa Tuhan Yesus ketika diangkat ke Surga tetap memberkati umat-Nya. Dari tempat yang tinggi, Dia memberkati banyak orang, banyak bangsa. Dunia dan manusia diberkati, agar kita pun menjadi berkat bagi sesama. Dia pergi untuk menyiapkan tempat bagi kita. Di rumah Tuhan, kita akan bertemu dengan semua orang kudus....maka pantaslah kita menyiapkan diri agar ketika tiba waktunya, kita juga akan masuk ke dalam rumah Tuhan.

Setelah resepsi selesai, rombongan kembali ke Merauke. Waktu itu sudah menunjukkan jam 17.30. Karena mendung-mendung keadaan jalan juga mulai gelap. Kami berjalan kaki sepanjang 3 km melewati lumpur-lumpur dan jalan-jalan licin. Ada 4 titik yang cukup parah. Di sanalah peran para pemandu dibutuhkan. Kami saling bergandengan tangan, agar tidak ada seorang pun yang jatuh di lumpur. Di tempat itu.....tiba-tiba saya terdorong untuk menyanyi:

Bergandengan tangan dalam kasih....dalam satu hati.... berjalan dalam terang kasih Tuhan......
Kau saudaraku....kau sahabatku....tiada yang dapat memisahkan kita.......

Dalam suasana dan situasi yang demikian riil ini, lagu itu sungguh menyentuh hati, berbobot, hidup dan sungguh amat terasakan "denyut dan spiritnya". Ketika dalam suasana dan situasi gembiara, syair-syair itu "terasa ringan dan tidak punya arti besar".  Persaudaraan dan "kesatuan dan kebersatuan dalam hidup dan dalam menghadapi kesulitan secara bersama-sama" sungguh-sungguh hadir dan ada. Saya membutuhkan saudara, saya hadir untuk saudara, dan saya bersama saudara. Saya dikuatkan, saya disemangati dan saya dibantu untuk mencapai tujuan dengan selamat. Sebaliknya juga, saya menyemangati, menguatkan dan membantu sesama / saudara saya untuk sampai ke tujuan dengan selamat.  Maka, rasa bahagia dan syukur atas kebersamaan itu menjadi "alasan mendasar untuk bergembira dan bersukacita secara tulus".

Jalan mulai gelap. Pengemudi sepeda motor kami minta menyalakan lampurnya di daerah-daerah becek dan berlubang. Kami berjalan pelan-pelan, melewati lumpur, kayu-kayu dan jalanan rusak. Kami mencari tanah-tanah yang agak keras, atau bekas-bekas kendaraan yang lewat supaya kami tidak masuk ke lumpur yang dalam. Sementara itu, lampu mobil hartop menyorot dari belakang sehingga kami berjalan dalam cahaya lampu mobil. Semuanya aman dan tidak ada yang jatuh di lumpur.

Kemudian, tibalah kami di jembatan / jalan yang putus. Kaum pria turun ke air, bergandengan tangan dan memberi aba-aba kepada kami, agar kami dapat menyeberang satu per satu melewati sungai yang deras airnya itu. Ketika berangkat ada truk yang terjebak air, sehingga kami dapat menyeberang dengan berpegangan pada badan truk. Ketika pulang truk itu sudah tidak di air lagi. Kaum muda itulah yang menolong kami. Rombongan manusia didahulukan, kemudian sepeda motor diseberangkan. Semuanya sukses.   Yang paling terakhir adalah mobil hartop. Dia bisa menyeberang dengan selamat, dan legalah kami.

Truk yang kami tumpangi tadi pagi ternyata mengalami gangguan mesin. Terpaksa untuk pulang truk itu harus digandeng. Mobil hartop bertugas untuk menggandeng truk sampai di tempat tujuan. Saya mengendarai mobil STRADA pick-up yang penuh penumpang. Meski ada gangguan teknis di mobil kami, kami tiba dengan selamat di Merauke. Semua bergembira dan pulang dengan damai.

Di dalam seluruh acara itu, Tuhan telah menyertai dan memberkati. Meskipun capek, dan diguyur hujan, makan terlambat, dan merayakan ekaristi dengan pakaian yang agak basah-basah, kami semua tetap sehat. Tidak ada seorang pun yang pusing-pusing atau sakit perut atau demam-demam. Itulah kebesaran dan kerahiman Tuhan bagi kami......Yesus naik ke Surga, namun tetap menyertai umat-Nya melalui Roh Kudus yang dicurahkan bagi umat manusia.

Komentar

Postingan Populer