ANAK KECIL

PEMBACA BLOG YANG BUDIMAN

SYALOOM.....

Sudah cukup lama saya tidak mengunjungi anda. Rasanya tahun ini, ada banyak kekosongan dalam penulisan di blog kita tercinta ini. Maklum, ada banyak kegiatan yang sering harus saya utamakan. Moga-moga apa yang sudah saya tuliskan meski terlambat, tetapi punya getaran / memberikan sumbangan pencerahan bagi anda. Kali ini, saya muncul dengan cerita tentang anak kecil.

Ketika Yesus didatangi oleh anak-anak, para murid memarahi mereka. Anak-anak itu dianggap dianggap pengganggu. Justru ketika para murid merasa terganggu, Yesus memberikan "pengajaran / pencerahan / pemahaman baru" kepada para murid-Nya: "Siapa yang bersikap seperti anak kecil ini, dialah yang akan masuk ke dalam kerajaan surga".  Sikap seperti apa yang dimaksudkan Yesus ?  Sikap kepolosan, ketergantungan, kejujuran tetapi juga kepercayaan penuh kepada kedua orangtua mereka. Sikap-sikap itu, sungguh nyata dalam cerita berikut ini:



MEMBENTUK KEPRIBADIAN SEORANG ANAK

Bandar udara Supadio, Kalimantan Barat, pertengahan Januari  silam. Saya duduk di ruang tunggu bandara yang ramai. Saat itu saya menunggu keberangkatan pesawat  tujuan Jakarta. Untuk membunuh waktu, saya membaca komik kesukaan saya yakni  kisah petualangan Tintin dan anjingnya, Milo dari PC (Personal Computer) tablet saya. Namun  tiba-tiba lengkingan tangis seorang anak kecil menarik perhatian saya dan orang-orang yang sedang berada di ruang tunggu tersebut. Rupanya ada anak laki-laki kira-kira berumur 6 tahun yang sedang menangis meraung-raung di lantai. Anehnya, orangtuanya yang duduk tak jauh dari anak tersebut kelihatan tenang saja. Ibunya sibuk dengan Blackberrynya sementara sang bapak juga sama, sibuk terus dengan gadgetnya. Ya, ampun, apa yang terjadi dengan kedua orangtua itu?, jerit saya dalam hati.

        Si anak masih terus menangis dan beberapa penumpang sudah mulai tak tega melihatnya. Mereka mencoba mendiamkan dengan menyapa, menawarkan makanan dan mainan supaya tangisannya reda namun si anak tetap saja menangis. Mungkin karena malu atau apa,  akhirnya si ibu dan bapak anak itupun sadar juga dari rasa cuek mereka. Si bapak yang masih muda itu lalu menarik, lebih tepatnya, menggeret tangan anak yang masih menangis itu dan dipangku dengan wajah kesal. Duh..!

Pikiran saya melayang ke bangku kuliah beberapa waktu lalu. Dosen yang mengajar mata kuliah Psikologi menjelaskan bahwa proses pembentukan kepribadian seseorang selain ditentukan oleh faktor internal seperti gen dan sifat bawaan, dipengaruhi juga oleh faktor eksternal misalnya lingkungan sosialnya dan pola pengasuhan orangtua. Pakar psikologi, Roberta M. Berns dalam bukunya Child, family, school, community: socialization and support  juga menggarisbawahi  pola asuh merupakan cara perlakuan orang tua dalam hal mendidik anak, dapat mempengaruhi cara anak-anak ini berkembang dan memandang dunia sekitarnya.

 Sikap orangtua yang melakukan pembiaran, tidak memberi perhatian dan kehangatan saat si anak mengalami kesedihan atau kemarahan bisa berpotensi menumbuhkan masalah emosional di masa dewasa, seperti misalnya jadi orang yang pasif, skeptis, mudah menyerah, pemarah, tidak percaya diri, kasar, keras sampai jadi orang yang berdarah dingin, agresif dalam kegiatan seks atau perilaku-perilaku menyimpang lainnya.

Beberapa tokoh dunia  yang berpengaruh juga mengalami perlakuan buruk dari orangtuanya.  Michael Joseph Jackson, atau yang lebih dikenal sebagai Michael Jackson, penyanyi legendaris dunia (1958- 2009),  sangat trauma apabila mengenang masa kecilnya. Ia mengisahkan bahwa ia diperlakukan secara kasar, baik mental dan fisik oleh ayahnya. Meskipun meraih sukses tetapi sampai akhir hayatnya Michael tetap menjadi pribadi yang labil, tidak bahagia dan kesepian. Tokoh lain adalah Adolf Hitler, seorang diktator dan kanselir Jerman (1889-1945). Ia melewatkan masa kecilnya dalam tekanan orangtuanya.  Perlakuan ayahnya yang kasar dan keras telah membuat Hiltler merasa inferior dan tidak berguna. Pada masa hidupnya, Hitler dikenal sebagai pribadi yang kejam, sadis dan tanpa perasaan saat ia menyiksa ribuan tawanan di kamp-kamp konsentrasi Jerman. Akhirnya iapun memutuskan bunuh diri di bunkernya akibat perasaan tidak bahagia yang menghantuinya seumur hidup. Dan terakhir, tokoh lain yang saya baca adalah Steve Jobs, pendiri perusahaan Apple terkenal di dunia (1955-2011). Ia mengalami masa kecil yang pahit akibat ditelantarkan orangtua kandungnya hingga ia diadopsi orang lain. Akibat pengalaman traumatis itu, kabarnya sampai detik kematiannya ia tidak bersedia bertemu dengan orangtua kandungnya.

Saya jadi tercenung. Perlakuan orangtua yang tidak menyayangi anak-anak sebagaimana mestinya telah meninggalkan jejak hitam sepanjang hidup. Tiba-tiba saya jadi tambah kasihan dengan anak itu tadi.
            Sesaat kemudian ,pengumuman untuk boarding mengagetkan lamunan saya. Mata saya celingukan mencari anak yang menangis dan orangtuanya tadi. Mereka tidak nampak lagi dalam antrian, entah kemana. Sambil memanggul ransel yang penuh dengan oleh-oleh khas kota Pontianak, saya hanya berdoa semoga pikiran saya tentang orangtua tadi salah, semoga anak tersebut tidak benar-benar berada di pengasuhan yang salah sehingga semua yang saya khawatirkan tadi tidak terjadi. Semoga.

Veronica Endang,M.Si
Guru, Penulis


PEMBACA YANG BUDIMAN......

Ketika berhadapan dengan "anak kecil", orangtua sebenarnya digugah / dipanggil untuk menjadi "penumbuh (orang yang menumbuhkan), pelindung, pengayom sekaligus penjaga" benih-benih kehidupan dan keutamaan kepada anak itu.  Orangtua mendapat kehormatan untuk menjadi saluran rahmat Tuhan.  Dalam situasi yang diceritakan tadi, kedua orangtua itu "belum menyadari bahwa mereka adalah tanda kehadiran Tuhan yang amat penting dalam kehidupan anak mereka".  Setiap waktu, kita dapat menjadi "tanda nyata kebaikan Tuhan bagi sesama".

Komentar

Postingan Populer