PRA SINODE KEUSKUPAN AGUNG MERAUKE
PEMBACA YANG BUDIMAN
SYALOOM
Saya haturkan kepada anda, sambutan
saya, ketika membuka Pra Sinode Keuskupan Agung Merauke, yang berlangsung
tanggal 4 – 9 Oktober 2015 yang lalu. Semoga anda mendapatkan inspirasi yang
tersirat di dalamnya. Selamat membaca.
SAMBUTAN USKUP AGUNG MERAUKE
PADA PEMBUKAAN PRA-SINODE
4 OKTOBER 2015
Para pastor, Bruder dan Suster
Bapak Bupati dan para Undangan sekalian
Saudara sekalian, umat yang terkasih
Syaloom
Mulai hari ini, keuskupan kita
menyelenggarakan Pra-Sinode, yang akan berlangsung hingga tanggal 10 Oktober 2015 yang akan
datang. Sinode adalah rapat umat beriman
dengan melibatkan para mitra dan Pemerintah yang ditetapkan oleh uskup untuk
membahas persoalan-persoalan penting yang dihadapi umat beriman, agar dapat
ditemukan akarnya dan dicarikan jalan keluarnya. Mengingat untuk
menyelenggarakan sinode perlu persiapan yang matang dan menyeluruh, dan
dipertimbangkan bahwa persiapan yang ada sekarang ini tidak cukup, tahun ini
kita mengadakan pra-sinode, sebagai persiapan untuk sinode Keuskupan tahun 2016.
Tema yang telah ditetapkan untuk pra-sinode adalah Keluarga Katolik memahami
dirinya: realita dan persoalan.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.[2]
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat
dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan
atau pengangkatan; mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dan di dalam perannya masing-masing, menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan.[3] ( sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga )
Di dalam Kitab Hukum Kanonik, kita
mendapatkan beberapa dasar penting tentang perkawinan dan keluarga. “Dengan
perjanjian perkawinan, pria dan wanita membentuk antara mereka kebersamaan
seluruh hidup, dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan
suami istri, serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian
perkawinan antara orang-orang yang sudah dibaptis, diangkat ke martabat
sakramen (kan 1055,1). Kesepakatan
antara orang-orang yang menurut hukum mampu dan dinyatakan secara legitim
membuat perkawinan, kesepakatan itu tidak dapat diganti oleh kuasa manusiawi
manapun. Kesepakaan nikah adalah perbuatan kemauan dengan mana pria dan wanita
saling menyerahkan diri dan saling menerima untuk membentuk perkawinan dengan
perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali (1057). Perkawinan orang-orang
katolik, meskipun hanya satu pihak yang katolik, diatur tidak hanya oleh hukum
ilahi, melainkan juga oleh hukum kanonik, dengan tetap berlaku kewenangan kuasa
sipil menganbnai akibat-akibat yang sifatnya semata-mata sipil dari perkawinan
itu (1059)”.
Melalui baptisan kita diangkat
menjadi anak-anak Allah dan masuk dalam keluarga Allah. Betapa mulianya dan
berharganya pengangkatan dan panggilan ini. Kita syukuri rahmat dan karunia ini
yang telah menjadikan kita anak-anak Allah, dan sekaligus anggota keluarga
Allah. Di sisi lain, kita mendapat tugas untuk meneruskan karunia dan panggilan
Allah ini kepada orang lain, agar mereka pun mengalami karunia dan persekutuan
dalam keluarga Allah sebagaimana yang telah kita alami.
Di satu pihak, ada pelbagai macam
kemudahan, fasilitas, kemungkinan, alat-alat bantu, kelancaran perhubungan dll.
Pada saat ini kita sudah lebih mudah untuk mendapatkan sembako, bantuan tenaga
teknis, sudah banyak kendaraan bermotor, alat-alat komunikasi, pelbagai macam
siaran televisi dari pelbagai negara. Hubungan manusia antar pulau, antar
bangsa di tingkat daerah, regional, nasional dan internasional merupakan bagian
utuh yang telah berkembang pesat, berkat bantuan para ilmuwan, tenaga-tenaga
terlatih, serta sarana-sarana canggih yang telah ada di mana-mana. Dalam
situasi seperti ini, wajah keluarga dipercerah. Suasana kebahagiaan, keakraban
dan kerukunan, ditingkatkan.
Di sisi lain, kemajuan yang sama
telah menimbulkan akibat buruk dan kerugian yang tidak kecil. Wajah keluarga
yang begitu mulia, penuh rahmat, dan karunia pada masa sekarang ini tampak
suram, karena para anggotanya mengalami bermacam-macam peristiwa, tawaran,
tantangan, kegagalan, keberhasilan, penundaan, kekecewaan dll. Keluarga sedang mengalami krisis budaya yang
luar biasa sebagaimana halnya dengan semua ikatan komunitas dan sosial. Di lingkungan rohani/ himpunan / kelompok
kategorial, di biara / komunitas dan di tempat kerja kita, betapa banyaknya
konflik / gesekan terjadi yang disebabkan oleh iri hati dan cemburu. Keterikatan dengan barang-barang dan urusan
duniawi mengakibatkan manusia bermusuhan dengan manusia yang lain, karena haus
akan kekuasaan, gengsi, kesenangan, dan kemewahan, dan banyak kali agama
dijadikan “topeng” / alasan untuk menutupi keserakahan dan nafsu kuasa serta
aneka kepentingan lainnya.
Karena tuntutan kebutuhan hidup,
pekerjaan, sekolah/kuliah dan kesulitan angkutan, banyak perubahan yang
terjadi. Orangtua harus berangkat pagi-pagi sehingga seharian anak-anak harus
berpisah dengan kedua orangtuanya, mereka diasuh tete-nenek atau pembantu.
Suami-istri harus tinggal di dua tempat yang berbeda, sehingga timbul rasa
was-was, curiga dan tidak tenteram. Banyak sekali anak-anak usia remaja harus
pergi ke tempat lain untuk melanjutkan sekolahnya, sehingga sesudah sekian
tahun baru berjumpa dan berkumpul kembali dengan orangtua dan sanak saudara.
Pola hidup konsumerisme ( ikut
dorongan amat yang kuat untuk beli / “makan/melahap” apa saja yang dijual),
hedonisme (mendewakan kenikmatan), materialisme (mendewakan barang-barang
duniawi), individualisme (mementingkan diri sendiri), instant (langsung jadi),
mendesak, cari gampang, kerja sedikit tetapi hasilnya banyak, mental proposal,
telah mewabah ke mana-mana. Narkoba, miras, perjudian, pengangguran, kekerasan,
pelacuran, perdagangan manusia, pergaulan bebas, dan sikap dengan mudah orang meninggalkan
budayanya sendiri telah menimbulkan pelbagai gejolak dan kesulitan dalam menata
keluarga.
Lebih-lebih ada tantangan besar dalam hal kesetiaan
dan kasih antara suami-istri. Iman yang semakin lemah, sikap acuh tak acuh
terhadap nilai-nilai sejati, individualisme, relasi yang semakin miskin dan
tekanan hidup yang tidak menyisakan waktu untuk merenung, mempengaruhi juga
hidup keluarga. Tidak jarang terjadi krisis perkawinan yang seringkali dihadapi
dengan tergesa-gesa, tidak sabar memberi waktu untuk merenung, berkurban dan
saling memaafkan. Kegagalan ini membuka pintu untuk relasi-relasi baru,
pasangan baru, ikatan sipil baru, perkawinan baru dan dengan demikian
memasukkan keluarga-keluarga ke dalam keadaan yang kompleks dan penuh masalah
untuk mengambil keputusan secara Kristiani.
Melunturnya ikatan-ikatan ini membawa
akibat yang sungguh serius karena keluarga adalah sel dasar masayarakat, di
mana kita, meskipun berbeda, belajar hidup bersama orang lain dan menjadi milik
satu sama lain. Keluarga juga merupakan tempat orangtua mewariskan iman kepada
anak-anak mereka. Perkawinan masa kini cenderung dipandang sebagai bentuk
kepuasan emosional belaka yang dapat dibangun atau diubah sekehendaknya
sendiri. Tetapi sumbangan berharga perkawinan terhadap masyarakat melampaui
perasaan dan kebutuhan-kebutuhan sesaat pasangan itu. Sebagaimana diajarkan
oleh para uskup Perancis, perkawinan tidak lahir dari perasaan cinta yang
bersifat sementara saja menurut definisinya, tetapi dari kedalaman komitmen
yang diemban oleh pasangan yang telah bersedia masuk ke dalam persekutuan hidup
yang total (EG no: 66).
Tinjauan sosial budaya, hukum sipil,
dan kanonik pastoral atas keluarga yang saya tekankan pada persiapan prasinode
ini, merupakan upaya untuk melihat secara sungguh-sungguh realita, tantangan
dan masalah yang dihadapi keluarga-keluarga saat ini yang punya pengaruh besar
pada perjalanan / kemajuan kehidupan mereka. Saya sungguh menyadari bahwa
ketika membedah kehidupan keluarga segi-segi yang lain tidak bisa ditinggalkan.
Melalui kuestioner yang dikirimkan kepada paroki-paroki, Panitia Pengarah dan
Panitia Pelaksana prasinode telah diberi kesempatan untik mendengarkan
pengalaman dari banyak keluarga. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas
partisipasi anda. Di pihak lain, karena
kekurangcermatan kami, kuestioner yang dikirimkan ke paroki-paroki, pada bagian
jawabannya membingungkan responden. Saya mengambilalih semua kesalahan dan
kekurangan itu, atas nama panitia pengarah dan panitia pelaksana, saya mohon
maaf. Panitia telah mengirimkan kuestioner yang telah disempurnakan, ke
paroki-paroki di kota Merauke. Berapa pun tanggapan yang dikembalikan ke
sekretariat, semuanya kami hargai dan dijadikan alat bantu untuk “mendapatkan
gambaran tentang kehidupan keluarga”.
Kami kagum akan kesetiaan
sekian banyak keluarga yang menghadapi cobaan-cobaan ini dengan keberanian,
iman dan kasih. Mereka tidak memandangnya sebagai beban yang ditimpakan ke atas
mereka, tetapi sebagai sesuatu yang diberikan kepada mereka, sambil memandang
Kristus yang menderita dalam kelemahan jasmani. Dari kodratnya, kasih mendorong dan
mengarahkan orang untuk memberikan hidupnya kepada orang yang dikasihinya untuk
selamanya (bdk. Yoh 15:13). Dalam terang ini kasih suami-istri, yang adalah
satu dan tak terpisahkan, ternyata bertahan meskipun ada banyak kesulitan. Kasih
seperti ini adalah satu dari antara mukjizat yang paling indah bagi banyak
keluarga. Mereka adalah cahaya dalam kegelapan. Keluarga-keluarga yang
menjalani petualangan ini menjadi sebuah tanda dan terang bagi semua orang,
terutama bagi kaum muda.
Pada kesempatan ini, saya hendak
berterima kasih kepada keluarga-keluarga yang telah menunjukkan teladan
kesetiaan, kesabaran, sukacita, kemurahan, kebaikan hati, kelemahlembutan, dan
penguasaan diri ( Gal 5: 22-23) dalam melayani anggota keluarga, lingkungan,
masyarakat, Gereja dan bangsa. Saya berterima kasih karena anda sekalian telah
menjadi guru, imam dan gembala bagi anak-anak, kaum remaja, kaum muda dan
pelbagai kelompok kategorial maupun instansi atau lembaga-lembaga di wilayah
ini.
Kami semua, para imam, bruder, suster, frater, petugas
gereja juga lahir dan bertumbuh dalam suatu keluarga, dengan berbagai kisah dan
peristiwa-peristiwanya. Sebagai imam dan uskup kami berjumpa dan hidup
bersama-sama dengan keluarga-keluarga yang dengan kata-kata maupun kesaksian
telah menyampaikan kepada kami kegembiraan, harapan maupun
pengalaman-pengalaman dalam mengatasi kesulitan-kesulitan hidup. Melalui itu
semua kami diperkaya, dihibur, disemangati dan didukung untuk tetap setia dalam
menjalani panggilan hidup yang dianugerahkan Tuhan kepada kami.
Saya juga berterima kasih kepada OMK,
kaum remaja dan anak-anak yang telah memberikan talenta, dan ambil bagian dalam
karya pelayanan serta turut menciptakan
kerukunan dan kedamaian hidup bersama di keuskupan kita. Saya juga berterima kasih kepada Pemerintah
Daerah kab. Merauke, kab. Mappi dan Kab. Boven Digoel atas kerja sama
kemitraan, dialog dan bantuan yang telah kami terima selama ini. Secara khusus kepada Pemda Kab.Merauke yang
telah memberikan bantuan dana untuk penyelenggaraan pra-sinode ini, juga kepada
para donatur, panitia pengarah dan panitia pelaksana yang telah mempersiapkan
semuanya ini.
Pra-sinode Keuskupan merupakan
langkah keuskupan untuk mengajak semua pihak untuk menyadari keluhuran martabat
manusia, arti dan nilai-nilai utama dari keluarga, persoalan-persoalan dan
tantangan-tantangan yang dihadapai oleh keluarga-keluarga pada saat ini. Kegiatan ini tidak
dimaksudkan untuk mendiskusikan ide-ide yang indah dan cerdas, atau untuk
melihat siapa yang lebih cerdas,” siapa yang benar dan siapa yang lebih benar.
Sebaliknya, ini merupakan kesempatan untuk bekerja dengan murah hati dengan
kebebasan otentik dan kreativitas serta kerendahan hati. Selama pra-sinode ini, saya
mengharapkan kita semua aktif untuk saling memperkaya dan membantu agar dapat
melihat kenyataan dan keadaan sulit / rumit yang dihadapi oleh
keluarga-keluarga pada jaman sekarang ini.
Apa yang kita hasilkan dalam
pra-sinode ini merupakan “bahan dan kekayaan iman, harapan dan kasih yang amat
berharga” bagi Sinode Keuskupan tahun 2016 mendatang, yaitu “Keluarga Katolik
yang bagaimanakah yang kita cita-citakan?”. Dengan mendapatkan bahan-bahan
berharga ini, sambil membaca tanda-tanda jaman, dan memohon bantuan dan rahmat
Allah dan semua pihak yang berkehendak baik, kita berusaha untuk mendampingi
keluarga-keluarga agar menjadi “tempat persekutuan dan doa”, “sekolah injil
yang sejati”, “Gereja kecil”. Semoga
tidak ada lagi tindak kekerasan, penolakan, perceraian, tindak saling melukai, tetapi ada penghiburan
dan penyembuhan. Semoga mereka merasakan kekudusan, keutuhan dan keindahan
rencana Alllah bagi keluarga. Semoga
suami istri menjadi pasangan yang serasi, saling mencintai, berkorban dan
menghargai sebagaimana mereka telah dicintai dan dihargai oleh Allah sendiri.
Dengan menggali semuanya itu,
keuskupan bertekad untuk membangun keluarga-keluarga bahagia sejahtera, seturut
teladan keluarga kudus Nazareth, secara bertahap dan berkesinambungan. Hasil yang akan dicapai oleh keluarga-keluarga
katolik tentu saja merupakan sumbangan yang besar bagi masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia, karena keluarga-keluarga katolik adalah bagian utuh dari
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai bersama.
Selamat mengikuti Pra-sinode dengan
penuh semangat dan sukacita.
Berkat Tuhan untuk anda sekalian.
Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC
Komentar